TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan pemerintah membuka keran impor gas bagi industri bisa menekan harga gas industri di dalam negeri. Saat ini, harga gas mahal, sehingga memberatkan industri manufaktur nasional.
"Dengan adanya kebijakan itu, industri memiliki alternatif untuk mendapatkan gas dengan harga kompetitif. Namun, aturan ini hanya berlaku sementara, bukan jangka panjang," kata Direktur Kimia Hulu Kementerian Perindustrian Muhammad Khayam di Jakarta, Jumat, 3 Februari 2017.
Simak: Ini Alasan Pencopotan Direktur Utama Pertamina dan wakilnya
Impor gas, menurut Khayam, bisa menjadi shock therapy bagi harga gas dalam negeri. Akan tetapi, dalam jangka panjang, pemerintah menargetkan LNG tidak boleh ada impor.
"Pemerintah, akan mengoptimalkan pasokan gas dalam negeri, sehingga impornya tidak sembarangan. Impor gas tetap berdasarkan hukum suplai dan permintaan, dengan demikian, industri tidak boleh mengimpor gas terlalu banyak, sehingga gas dalam negeri tidak laku," papar dia.
Baca: Menteri Rini Kritik Kepemimpinan Lama Pertamina
Khayam menilai sebenarnya masih ada beberapa daerah yang memiliki cadangan gas melimpah seperti di Teluk Bintuni dan Blok Masela. Namun, dibutuhkan waktu cukup lama, yakni 10 tahun hingga 15 tahun lagi, untuk mendapatkan gas dari dua wilayah itu.
"Untuk itu, pemerintah memerlukan alternatif lain dalam rentang waktu tersebut untuk memasok gas industri dengan harga kompetitif. Saat ini, pemerintah menyiapkan proyek gasifikasi batubara sebagai antisipasi jika cadangan gas mulai menipis," ujar Khayam.
Kebijakan impor gas, lanjut Khayam, akan difokuskan di luar tiga sektor yang telah mendapatkan penurunan harga gas yakni, baja, petrokimia dan pupuk. Pemerintah juga mempertimbangkan beban impor gas terhadap neraca perdagangan.
"Meski belum menghasilkan perhitungan final, pemasukan yang akan dihasilkan industri tetap jauh lebih besar. Volumenya juga tidak terlalu besar, nanti difokuskan untuk daerah yang defisit gas dan kawasan industri," tuturnya.
Khayam menambahkan, pemerintah tengah membahas penambahan dua sektor baru yang menerima pengurangan harga gas yakni, industri keramik dan kaca lembaran. "Ditargetkan keputusan harga gas untuk dua cabang industri itu keluar kuartal I tahun ini. Harga gas untuk dua sektor itu kemungkinan sekitar US$7 per mbbtu, yang terdiri atas US$6 per mmbtu harga gas dan US$1 per mmbtu untuk toll fee," kata Khayam.
Sebelumnya, delapan perusahaan manufaktur mendapatkan gas murah mulai Januari 2017. Mereka adalah PT Kaltim Parna Industri, PT Kaltim Methanol Industri, PT Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim), PT Pupuk Kujang Cikampek, PT Pupuk Sriwidjaja Palembang (Pusri), PT Pupuk Iskandar Muda (PIM), PT Petrokimia Gresik (PG), dan PT Krakatau Steel Tbk (KS).
Perusahaan-perusahaan itu bergerak di industri petrokimia, pupuk, dan baja. Gas murah untuk tiga industri itu diatur Permen ESDM 40/2016, yang merupakan aturan teknis Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Perpres itu merupakan tindak lanjut dari insentif penurunan harga gas dalam Paket Kebijakan Ekonomi III yang dirilis Oktober 2015.
ANTARA
Berita terkait
Kian Panas, Turki Putuskan Hubungan Dagang dengan Israel
2 hari lalu
Turki memutuskan hubungan dagang dengan Israel seiring memburuknya situasi kemanusiaan di Palestina.
Baca SelengkapnyaProduk Indonesia di Mesir Raup Transaksi Potensial Rp 253 Miliar, Didominasi Biji Kopi
11 hari lalu
Nilai transaksi potensial paviliun Indonesia di Cafex Expo 2024, Mesir, capai Rp 253 milir. Didominasi oleh produk biji kopi Indonesia.
Baca SelengkapnyaTerkini Bisnis: Putusan MK Pengaruhi IHSG, Bandara Sam Ratulangi Mulai Dibuka
13 hari lalu
Pembacaan putusan sengketa Pilpres di MK memengaruhi IHSG. Perdagangan ditutup melemah 7.073,82.
Baca SelengkapnyaRektor Paramadina Ingatkan Pemerintah Tak Remehkan Dampak Konflik Iran-Israel
13 hari lalu
Didik mengingatkan agar pemerintah tidak menganggap enteng konflik Iran-Israel. Kebijakan fiskal dan moneter tak boleh menambah tekanan inflasi.
Baca SelengkapnyaImpor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik
13 hari lalu
BPS mencatat impor pada Maret 2024 turun 2,6 persen secara bulanan. Impor bahan baku dan bahan penolong turun, tapi barang konsumsi naik.
Baca SelengkapnyaEkspor Maret 2024 Naik 16,4 Persen tapi Tetap Anjlok Dibanding Tahun Lalu
13 hari lalu
BPS mencatat nilai ekspor Indonesia pada Maret 2024 naik 16,40 persen dibanding Februari 2024. Namun anjlok 4 persen dibanding Maret 2023.
Baca SelengkapnyaSurplus Perdagangan Maret Tembus USD 4,47 Miliar, Ditopang Ekspor Logam Dasar dan Sawit
13 hari lalu
Surplus perdagangan Indonesia pada Maret 2024 tembus US$ 4,47 miliar. Surplus 47 bulan berturut-turut.
Baca SelengkapnyaIndonesia-Tunisia Gelar Intersesi ke-6, Bahas Peningkatan Perdagangan Bilateral
14 hari lalu
Delegasi Indonesia dan Tunisia membahas perjanjian perdagangan bilateral di Tangerang. Indonesia banyak mengekspor sawit dan mengimpor kurma.
Baca SelengkapnyaKemendag Optimistis Perdagangan Indonesia Kejar Vietnam jika Sepakati IEU-CEPA
6 Maret 2024
Kementerian perdagangan sebut Indonesia bisa kalahkan Vietnam jika sudah melakukan kesepakatan perjanjian dagang dengan Uni Eropa (IEU-CEPA).
Baca SelengkapnyaMa'ruf Amin Dorong Selandia Baru Tingkatkan Ekspor Daging Sapi dan Domba Bersertifikat Halal ke RI
28 Februari 2024
Wakil Presiden Ma'ruf Amin mendorong agar ekspor daging sapi dan domba bersertifikasi halal dari Selandia Baru ke Indonesia bisa ditingkatkan.
Baca Selengkapnya