Dibangun, 7 Pasar di Perbatasan Timor Leste Ini Sepi Peminat
Editor
Abdul Malik
Rabu, 1 Februari 2017 11:44 WIB
TEMPO.CO, Kupang - Kepala Dinas Perdagangan Nusa Tenggara Timur, Simon Tokan, mengatakan Kementerian Perdagangan telah membangun tujuh pasar tradisional di perbatasan Indonesia-Timor Leste sebagai sarana jual beli dan tempat pertemuan keluarga kedua negara. "Ketujuh pasar tradisional itu masing-masing Pasar Metamasin, Pasar Batugede/Motaain dan Pasar Metamauk serta Pasar Turiskain di Kabupaten Belu," katanya di Kupang, Rabu, 1 Februari 2017.
Kemudian Pasar Wini, Pasar Napan, dan Pasar Oelbinose di Kabupaten Timor Tengah Utara, yang berbatasan langsung dengan Ambeno Distric Oecusse, Timor Leste. Namun sayangnya pasar-pasar tersebut belum dimanfaatkan warga yang tinggal di sekitar perbatasan dua negara. "Pasar tradisional di Batugede/Motaain di Timor Leste yang telah diresmikan 4 Februari 2012, hingga kini belum ada pedagang Timor Leste yang berdagang," kata Simon.
Baca : Pembebasan Lahan Belum Rampung, Pendanaan Kereta Cepat Seret
Padahal, kata Simon, masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah perbatasan kedua negara tetangga itu sangat membutuhkan barang konsumsi terutama yang berasal dari Indonesia ke Timor Leste. Demikian pula empat pasar tradisional yang dibangun di perbatasan yang menjadi pintu utama lalu lintas manusia dan barang seperti Metamasin, Wini, Napan, dan Oelbinose .
"Selama ini sebagian besar adalah perdagangan kebutuhan sembilan bahan pokok dan alat-alat rumah tangga dan bahan makanan lainnya yang tersedia di kawasan perdagangan atau di Atambua, ibukota kabupaten Belu dan Kefamenanu, ibu Kota Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur," ucap Simon.
Sebagai solusi dan tindaklanjut pihak Kementerian Perdagangan sebelumnya menyelenggarakan Konsultasi Publik Perkembangan Kerja Sama Bilateral Perdagangan dan Investasi antara Indonesia dengan negara mitra dagang (Timor Leste dan Australia) di Kupang.
Dalam konsultasi publik itu, pihak Kementerian Perdagangan ingin mendapatkan input langsung dari para pedagang, akademisi dan pengamat serta lembaga swadaya masyarakat yang ada di perbatasan wilayah ini. "Sehingga dikaji untuk selanjutnya diterbitkan dalam bentuk kebijakan lembaga untuk mengoptimalkan pasar-pasar tersebut," kata Simon.
Baca : Pemerintah Bahas Ongkos Pengangkatan Harta Karun Kapal
Simon mengatakan belum dioptimalkannya sejumlah pasar tradisional itu disebabkan letaknya yang jauh dari pemukiman, sehingga sulit untuk dijangkau, baik produsen barang maupun konsumen. "Akses pembeli ke pasar tidak mudah, akibatnya pembeli jarang datang dan pasar Wini buka seminggu sekali, karena pemerintah Timor Leste belum menerbitkan kartu pas lintas batas (PLB)," katanya.
Demikian pula pasar Motaain di Kabupaten Belu yang dibuka 2005 dan ditutup 2007 setelah dibangun 20 kios dan tidak dimanfaatkan karena kondisi fisik kios yang terlanjur rusak sebelum dimanfaatkan. Upaya yang dilakukan sementara pemerintah Indonesia dan Timor Leste adalah menerbitkan PLB untuk keperluan tradisional dan transaksi perdagangan dibawah US$ 50 per hari dan dibebaskan pajak untuk produk-produk konsumsi.
ANTARA