Komoditas Ini Diprediksi Paling Moncer di Tahun 2017

Reporter

Jumat, 27 Januari 2017 00:04 WIB

Seorang pialang memantau pergerakan saham pada layar monitor di Mandiri Sekuritas, Jakarta, 8 April 2016. TEMPO/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Batu bara diprediksi menjadi komoditas terbaik pada 2017 karena pergerakan harga yang lebih stabil dibandingkan produk lainnya seperti minyak mentah dan minyak kelapa sawit (CPO).

Senior Analyst PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Andy Wibowo Gunawan mengatakan secara fundamental batu bara memiliki potensi harga yang lebih positif dibandingkan komoditas utama lainnya. Pasalnya, China sebagai produsen sekaligus konsumen terbesar di dunia masih memegang kendali terhadap pasar.


Baca : Kalah Gugatan dan Dilarang Ekspor, Saham Freeport Anjlok


Mulai April 2016 pemerintah China menetapkan pemangkasan waktu kerja perusahaan batu bara dari 330 hari per tahun menjadi 276 hari per tahun. Sejak itulah harga batu bara menunjukan tren menanjak.

Tahun lalu, harga mencapai titik terendah US$41,35 per ton pada 18 Januari 2016, dan level tertinggi US$100 per ton pada 11 November 2016. Sepanjang tahun kemarin, harga melonjak 101,87%.


Baca : Tak Dapat Izin Ekspor, Bos Freeport: Produksi Diturunkan 40%


Namun, sambung Andy, harga batu bara pada tahun ini diprediksi stabil dengan rerata US$75 per ton. Pada penutupan perdagangan Rabu (25/1), harga batu bara Newcastle kontrak Februari 2017 meningkat 0,25 poin atau 0,3% menjadi US$84,2 per ton, turun 8,29% year to date (ytd).

"Sejak awal tahun sampai sekarang harga masih di atas US$80-an per ton. Kemungkinan harga akan mencapai rerata US$75 per ton pada 2017. Sentimen China masih menjadi faktor utama," tuturnya, Kamis 26 Januari 2017.


Advertising
Advertising

Baca : Gara-gara Rokok, Klaim BPJS Kesehatan Membengkak


Pada 11 Januari 2017, National Development and Reform Commission (NDRC), China Electricity Council, dan China Iron and Steel Industry Association menandatangani nota kesepahaman untuk menstabilkan harga batu bara. Kerjasama antara ketiga pihak juga membentuk mekanisme peringatan untuk memantau fluktuasi harga batu bara termal.

Sementara harga minyak mentah menurutnya akan berada di kisaran US$55 per barel, dan paling tinggi US$60 per barel. Bahkan cukup sulit bagi harga untuk memanas ke posisi US$60 per barel.

Andy menyampaikan, penyebab harga minyak tidak terlalu panas ialah karena adanya kemungkinan OPEC tidak memangkas produksi sesuai dengan kesepakatan. Hal ini berdasarkan pada catatan historis organisasi tidak pernah 100% menepati janji.

Pada akhir 2016, OPEC dan negara produsen minyak lainnya sepakat memangkas suplai sebesar hampir 1,8 juta barel per hari (bph) pada paruh pertama 2017. Sentimen ini sukses mengangkat harga ke atas US$50 per barel.

Adapun OPEC berjanji memangkas produksi sebesar 1,2 juta bph menjadi 32,5 juta bph. "Karena OPEC suka curang berdasarkan perjanjian pangkas produksi yang dahulu, jadi minyak sulit ke US$60 per barel," ujarnya.

Walaupun demikian, peningkatan harga minyak sebagai komoditas strategis turut memberikan sentimen positif bagi komoditas lainnya. Pada perdagangan Kamis (26/1) pukul 17:50 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak Maret 2017 naik 0,12 poin atau 0,23% menuju US$52,87 per barel, tetapi turun 3,27% ytd.

Sementara untuk CPO, Mirae Asset Sekuritas menaikkan proyeksi harga 2017 menjadi 2.950 ringgit per ton dari estimasi sebelumnya senilai 2.750 ringgit per ton. Kemarin pada pukul 17:00 WIB, harga CPO di bursa Malaysia kontrak April 2017 tergelincir 38 poin atau 1,22% menuju 3.087 ringgit (US$696,59) per ton, tetapi naik 0,88% ytd.

Menurut Andy, sampai paruh pertama 2017 harga CPO masih stabil di atas level 3.000-an ringgit per ton karena belum pulihnya produksi akibat cuaca hujan di Malaysia, Thailand, dan Indonesia. Dalam kondisi curah hujan yang tinggi volume panen tidak akan sebesar saat cuaca normal.

Terdongkraknya harga CPO juga disebabkan proyeksi pelemahan ringgit terhadap dolar AS. Sekitar 80% minyak kelapa sawit di Malaysia dijual ke pasar ekspor, sehingga pelemahan mata uang ringgit membuat harga menjadi lebih murah bagi pengguna mata uang lainnya.

Dari sisi permintaan, tumbuhnya konsumsi India dan Indonesia memberikan sentimen positif dalam jangka panjang. Namun, dalam jangka pendek tingkat permintaan masih belum menggembirakan.

"Pemintaan CPO masih so-so. Serapan CPO untuk biodiesel juga belum menarik, karena harga minyak belum akan di atas US$60 per barel. Masih lebih murah pakai minyak," paparnya.



BISNIS.COM

Berita terkait

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

10 jam lalu

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

Cina menjadi salah satu negara yang bisa mengurangi dampak polusi udaranya secara bertahap. Mengikis dampak era industrialisasi.

Baca Selengkapnya

Ahli Soroti Transisi Energi di Indonesia dan Australia

2 hari lalu

Ahli Soroti Transisi Energi di Indonesia dan Australia

Indonesia dan Australia menghadapi beberapa tantangan yang sama sebagai negara yang secara historis bergantung terhadap batu bara di sektor energi

Baca Selengkapnya

Warga Ungkap Rumah Tempat Brigadir RA Tewas dengan Luka Tembak Milik Pengusaha Batu Bara

7 hari lalu

Warga Ungkap Rumah Tempat Brigadir RA Tewas dengan Luka Tembak Milik Pengusaha Batu Bara

Brigadir RA ditemukan tewas dengan luka tembak di kepala di dalam mobil Alphard di sebuah rumah di Mampang.

Baca Selengkapnya

BEI Targetkan Ada 64 Ribu Investor Baru Pasar Modal di Solo Raya Tahun Ini

23 hari lalu

BEI Targetkan Ada 64 Ribu Investor Baru Pasar Modal di Solo Raya Tahun Ini

BEI menargetkan tahun ini bakal ada sebanyak 64.483 investor baru di pasar modal di Solo Raya.

Baca Selengkapnya

Ihwal Korupsi di Wilayah IUP-nya Terbongkar, Begini Penjelasan Lengkap PT Timah ke BEI

29 hari lalu

Ihwal Korupsi di Wilayah IUP-nya Terbongkar, Begini Penjelasan Lengkap PT Timah ke BEI

PT Timah buka suara usai Kejaksaan Agung menetapkan 16 nama tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi tata niaga timah di wilayah IUP-nya.

Baca Selengkapnya

Eks Dirut PT Bukit Asam Tbk Milawarma Divonis Bebas oleh PN Palembang, Ini Jejak Kasusnya

31 hari lalu

Eks Dirut PT Bukit Asam Tbk Milawarma Divonis Bebas oleh PN Palembang, Ini Jejak Kasusnya

Eks Dirut PT Bukit Asam Tbk periode 2011-2016 Milawarman divonis bebas dalam kasus dugaan korupsi akuisisi saham milik PT Satria Bahana Sarana (SBS).

Baca Selengkapnya

Senin Depan, BEI Terapkan Full Call Auction di Papan Pemantauan Khusus

44 hari lalu

Senin Depan, BEI Terapkan Full Call Auction di Papan Pemantauan Khusus

BEI akan menerapkan mekanisme perdagangan lelang berkala secara penuh atau full call auction di Papan Pemantauan Khusus pada Senin pekan depan.

Baca Selengkapnya

Bahlil Akan Bagikan Ribuan Izin Tambang ke Ormas, Pusesda: Hanya Akan Berakhir pada Jual-Beli IUP

45 hari lalu

Bahlil Akan Bagikan Ribuan Izin Tambang ke Ormas, Pusesda: Hanya Akan Berakhir pada Jual-Beli IUP

Pusat Studi Ekonomi dan Sumber Daya Alam (Pusesda) menolak rencana Bahlil membagikan izin usaha pertambangan (IUP) ke organisasi kemasyarakatan.

Baca Selengkapnya

Menteri ESDM Sebut Bahlil Cabut 2.051 Izin Tambang

45 hari lalu

Menteri ESDM Sebut Bahlil Cabut 2.051 Izin Tambang

Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebut Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia sudah mencabut 2.051 Izin Usaha Pertambangan (IUP) sejak 2022.

Baca Selengkapnya

Neraca Dagang Indonesia-Vietnam 2023 Surplus, Ditopang Ekspor Batu Bara

54 hari lalu

Neraca Dagang Indonesia-Vietnam 2023 Surplus, Ditopang Ekspor Batu Bara

Neraca dagang antara Indonesia dan Vietnam mencapai USD 12,84 Miliar sepanjang 2024 lalu.

Baca Selengkapnya