Dolar AS Ambruk Akibat Kebijakan Proteksionis Donald Trump  

Reporter

Editor

Abdul Malik

Selasa, 24 Januari 2017 09:15 WIB

TEMPO/Eko Siswono Toyudho

TEMPO.CO, New York - Nilai kurs dolar Amerika Serikat ambruk ke level terendah dalam tujuh pekan terhadap sejumlah mata uang dunia pada Senin, 23 Januari 2017, waktu Amerika, atau Selasa dinihari WIB. Anjloknya dolar Amerika akibat pelaku pasar prihatin terhadap awal pemerintah Presiden Donald Trump yang sejauh ini diguncang gelombang demonstrasi, pidato soal proteksionis di bidang perdagangan dan rangkaian respons negatif masyarakat di media sosial Twitter.

Indeks dolar Amerika terhadap enam mata uang utama dunia anjlok 0,6 persen menjadi 100,16. Penurunan itu mulai dari amblesnya nilai dolar Amerika sebesar 1,4 persen terhadap yen Jepang menjadi 113,01 yen per dolar Amerika. Anjloknya dolar Amerika terhadap yen ini adalah yang terbesar dalam dua pekan terakhir.

"Ada kegelisahan besar setelah pidato Trump yang sangat agresif, merkantilis yang kebanyakan fokus kepada proteksionis," kata John Hardy, kepala strategi valuta asing Saxo Bank, di Copenhagen, seperti dilansir Reuters, Senin, 23 Januari.

Baca: Penguatan Rupiah Diperkirakan Berlanjut Hari ini

Portofolio modal beralih mengalir ke yen akibat ketidaktentuan politik Amerika itu sehingga mata uang Jepang tersebut menguat dua sesi berturut-turut terhadap dolar Amerika. Sejak awal tahun ini yen telah menguat tiga persen.

Pesan soal "Amerika yang utama" dari Trump telah diikuti oleh demonstrasi terkoordinasi di kota-kota Amerika, perang kata-kata antara anggota kabinetnya dengan media massa, dan konfirmasi sejumlah pakta dagang utama menuju keambrukan.

Semua faktor yang menghadirkan ketidaktentuan dalam arah kebijakan Trump ini akan menciptakan gelombang dalam beberapa bulan ke depan terhadap presiden baru Amerika itu.

Ekonomi merkantilis adalah kebalikan dari liberalisme, di mana pemerintahan melakukan campur tangan besar dalam pasar dengan menerapkan aturan-aturan. Juga disebut nasionalisme ekonomi yang populer di Eropa Barat pada abad 16-18.

Baca: Rupiah Menguat ke Posisi Rp 13.369

"Yang ditakutkan adalah ketika sejumlah gagasan akan mendukung dolar Amerika, pendekatan merkantilis dan pernyataan Trump belakangan ini bahwa kebijakan mata uang Cina terlalu lemah, memicu dugaan bahwa Trump akan menggunakan kebijakan ini untuk merisak negara lain agar dolar Amerika jadi lemah,” kata Hardy mengungkapkan.

Indeks dolar Amerika telah melesat 4,2 persen sejak Trump dipilih November silam sampai akhir tahun lalu, sejak itu balik tersungkur sampai 2,5 persen. Saat itu, dolar Amerika menguat karena kemenangan Trump menimbulkan asumsi pelaku pasar bahwa pemerintahan baru Amerika akan fokus kepada stimulus fiskal yang pro pertumbuhan, pengurangan pajak, dan reformasi aturan yang dapat memicu inflasi sehingga memaksa bank sentral Amerika, Federal Reserve, menaikkan suku bunga tahun ini yang lebih cepat dari perkiraan.

ANTARA

Berita terkait

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

5 jam lalu

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.

Baca Selengkapnya

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

6 jam lalu

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

BI mempersiapkan perluasan cakupan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

Baca Selengkapnya

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

20 jam lalu

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Selengkapnya

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

1 hari lalu

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

BI mencatat aliran modal asing yang keluar pada pekan keempat April 2024 sebesar Rp 2,47 triliun.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

3 hari lalu

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.

Baca Selengkapnya

Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia

3 hari lalu

Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia

Bank DBS Indonesia meraih peringkat AAA National Long-Term Rating dan National Short-Term Rating of F1+ dari Fitch Ratings Indonesia atas kinerja keuangan yang baik.

Baca Selengkapnya

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

3 hari lalu

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

Zulhas percaya BI sebagai otoritas yang memiliki kewenangan akan mengatur kebijakan nilai tukar rupiah dengan baik di tengah gejolak geopolitik.

Baca Selengkapnya

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

3 hari lalu

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 32 poin ke level Rp 16.187 per dolar AS dalam perdagangan hari ini.

Baca Selengkapnya

Pengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan

3 hari lalu

Pengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan

BI menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen berdasarkan hasil rapat dewan Gubernur BI yang diumumkan pada Rabu, 24 April 2024.

Baca Selengkapnya

IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

3 hari lalu

IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore, ditutup turun mengikuti pelemahan mayoritas bursa saham kawasan Asia.

Baca Selengkapnya