Ekspresi salah satu pialang saham saat bekerja di Bursa Efek New York, 24 Agustus 2015. Bursa saham Wall Street di New York anjlok selama lima hari berturut-turut menyusul turunnya pasar saham di Eropa dan Asia. REUTERS/Brendan McDermid
TEMPO.CO, New York - Harga saham perusahaan-perusahaan Amerika Serikat anjlok dalam penutupan perdagangan, Senin, 23 Januari 2017, waktu New York. Penurunan itu akibat sentimen negatif pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menggarisbawahi pendirian proteksionisnya dalam perdagangan. Isi pidato itu membuat investor mengambil aksi jual seperti posisi saat menjelang Trump berkuasa.
Trump bahkan telah menandatangani keputusan presiden yang resmi mengeluarkan Amerika Serikat dari Kemitraan Trans-Pasifik yang beranggotakan 12 negara. Bukan itu saja, Trump juga akan menegosiasikan ulang Pakta Perdagangan Besar Amerika Utara (NAFTA) bersama dengan para pemimpin Kanada dan Meksiko.
"Investor benar-benar mencoba mengukur potensi kejatuhan atau dampak pendekatan Trump terhadap seperti apa perdagangan, ekonomi, pajak, dan regulasi pada masanya," kata Peter Kenny dari Global Markets Advisory Group di New York, seperti dilansir Reuters, Senin, 23 Januari 2017.
Indeks patokan Dow Jones Industrial Average terpangkas 27,4 poin atau 0,14 persen ditutup pada 19.799 poin. Indeks S&P 500 SPX juga amblas 6,11 poin atau 0,27 persen pada level 2.265 poin. Kemudian Indeks Nasdaq Composite juga anjlok 2,39 poin atau 0,04 persen pada level 5.552 poin.
Sementara itu, indeks dolar Amerika menyentuh level terlemah dalam tujuh pekan terakhir pada 100,18. Indeks ini diperbandingkan dengan sejumlah mata uang utama dunia. Akibat saham dan dolar tertekan, emas menjadi tempat parkir modal sementara sehingga harga emas pun naik dan mencapai angka tertinggi dalam dua bulan terakhir.
Pekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun
25 Februari 2024
Pekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun
Aliran modal asing tetap surplus kendati ada penjualan Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), karena jumlah modal masuk ke pasar saham jauh lebih besar.