Petani menunjukkan cabai rawit yang rusak di Desa Montok, Larangan, Pamekasan, Jawa Timur, 6 Januari 2017. Dalam sepekan terakhir harga cabai rawit di Madura naik dari Rp80.000 per kg menjadi Rp100.000 per kg karena sebagian besar tanaman tersebut gagal panen akibat faktor cuaca. ANTARA FOTO
TEMPO.CO, Kupang - Dampak cuaca buruk yang melanda wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) menyebabkan petani cabe di daerah mengalami gagal panen. Selain itu hampir seluruh lahan cabe terserang hama ulat yang menyebabkan kerugian petani mencapai ratusan juta rupiah.
Puluhan hektare lahan cabe milik petani di Desa Asulun, Kecamatan Atambua, Kabupaten Belu, misalnya ratusan hektare lahan cabe siap panen rusak dan membusuk, karena serangan hama ulat tersebut.
"Curah hujan yang tak menentu ditambah serangan hama ulat menyebabkan gagal panen," kata petani cabe Alfons Kehi, Kamis, 19 Januari 2017.
Harga cabe petani di daerah itu, biasanya di jual dengan Rp70 ribu sampai Rp100 ribu per kilogram (kg). Namun karena tahun ini gagal panen, mereka mengalami kerugian yang cukup besar.
Kehi berharap di masa mendatang ada bantuan pemerintah untuk mengatasi persoalan ini. Bantuan itu di antara aj dengan menyediakan bibit dan obat pemberantas hama sehingga petani tidak mengalami kerugian yang lebih besar.
Para petani hanya bisa pasrah, karena seluruh lahan pertanian cabe yang merupakan sebagai sumber hasil perekonomian mereka kini rusak dan membusuk. Petani telah berupaya mengatasi hama ulat yang menyerang lahan cabe mereka, namun sia- sia, karena cabe mereka rusak dan gagal panen.