Menkeu Sri Mulyani memberiksan paparan disaksikan oleh Ketua KPK Agus Rahardjo (kanan) dan Jaksa Agung M Prasetyo (tengah) disela menghadiri acara pembukaan Rapat koordinasi bersama sejumlah kementerian/lembaga membahas tata laksana benda sitaan dan barang rampasan negara di Jakarta, 21 November 2016. Rakor tersebut digelar untuk meningkatkan koordinasi dalam rangka pemulihan aset hasil tindak pidana korupsi tentang tata kelola benda sitaan dan barang rampasan. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dalam satu dekade terakhir, ekonomi Indonesia tumbuh cukup stabil. Padahal sempat terjadi krisis ekonomi global pada 2008-2009. Sepanjang 2006-2016, pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 5,7 persen.
"Hal itu menunjukkan bahwa Indonesia memiliki komposisi ekonomi yang memiliki daya tahan. Ini adalah suatu aset," kata Sri Mulyani dalam kuliah umum di Grand Studio Metro TV, Jakarta Barat, Kamis, 19 Januari 2017.
Sri Mulyani menuturkan komposisi rumah tangga cukup besar. Dalam sepuluh tahun terakhir, konsumsi masyarakat selalu tumbuh mendekati 5 persen. "Ini menunjukkan Indonesia memiliki kemampuan daya tahan dari sisi permintaan," ujar mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut.
Pertumbuhan investasi sepanjang 2006-2016 juga mencapai 6,8 persen. Adapun pertumbuhan konsumsi pemerintah dalam sepuluh tahun terakhir mencapai 6,3 persen. "Konsumsi pemerintah tak hanya penting dari sisi size APBN, tapi juga dari sisi policy," tuturnya.
Sri Mulyani menyampaikan bahwa 2016 merupakan tahun yang berat bagi Indonesia. Menurut dia, seluruh faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi mengalami pelemahan. Perdagangan internasional lesu sehingga berakibat pada anjloknya harga berbagai komoditas.
Pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju, menurut Sri Mulyani, juga melemah. Hal itu, kata dia, berpengaruh signifikan terhadap ekspor dan impor. Aliran modal yang masuk ke negara-negara berkembang, salah satunya Indonesia, juga tersendat dengan melemahnya ekonomi di negara maju.