Du orang petani menjemur rumput laut yang habis di panen di Desa Rappoa kabupaten Bantaeng, Sulsel, 29 Maret 2015. Petani rumput laut mengeluhkan naiknya harga BBM membuat harga rumput laut menurun dari Rp 9. 000/kg menjadi Rp 6.000/kg. TEMPO/Iqbal Lubis
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Asosiasi Rumput Laut Indonesia, Safari Azis, meminta pemerintah memperhatikan pengembangan hulu dan hilir industri rumput laut. Ia meminta agar produksi di hulu terus digenjot agar tidak mengorbankan nasib para petani rumput laut dan menjaga stabilitas pendapatan dan perekonomian masyarakat pesisir.
Safari mengatakan di sektor hilir, penyerapan hasil produksi rumput laut masih rendah dengan harga beli rendah. “Sementara pihak asing bisa menyiapkan cara pembayaran yang efektif dengan harga yang kompetitif dan menguntungkan para petani,” kata Safari, melalui keterangan tertulis di Jakarta, Selasa 10 Januari 2017.
Ia menjelaskan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2015, sektor hulu rumput laut menyumbang devisa lebih besar daripada hilirnya. Tercatat sektor hulu mencapai 78 persen ekspor dengan nilai US$ 160,4 juta. Sedangkan, pada hilir hanya mencapai 22 persen ekspor dengan nilai US$ 45,05 juta.
Terkait nilai tambah, Safari menjelaskan para petani telah memperhatikan pembibitan dari sektor hulu. Ini beriringan dengan penggunaan teknologi budi daya dan penempatan lokasi budi daya yang tepat untuk menjaga kualitas bahan baku rumput laut yang dihasilkan.
Sebelum sampai ke tingkat pedagang hingga ke tingkat pengolah, kata Safari, para petani sudah menjaga nilai tambah. Apalagi, untuk petani yang berorientasi ekspor harus menjaga hasil panennya. “Jadi, pemerintah dalam hal membuat road map, jangan sampai hanya mengedepankan larangan atau hambatan lain terhadap ekspor bahan baku rumput laut.”
Selain itu, Safari mengatakan saat ini ada ketidaksiapan industri pengolah bahan baku yang ada di Indonesia. Bila pemerintah ingin mendorong perkembangan industri dan mendapatkan nilai tambah, perlu persiapan untuk bersaing dengan pasar yang berada di luar negeri. "Industri formulasi yang ada di Indonesia masih sedikit sementara rumput laut sebelum masuk ke Industri pembuat produk harus melalui industri formulasi terlebih dahulu," kata dia.
BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen
8 hari lalu
BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen
Badan Pusat Statistik atau BPS mengungkapkan terjadi lonjakan impor serealia pada Maret 2024. BPS mencatat impor beras naik 2,29 persen. Sedangkan impor gandum naik 24,54 persen.