Tarif Listrik dan Harga Elpiji Jadi Penyebab Inflasi Oktober

Reporter

Editor

Grace gandhi

Rabu, 2 November 2016 07:01 WIB

Pekerja menyiapkan tabung gas elpiji 3 kg untuk diisi di Pertamina Unit Pemasaran III Depot Ujung Berung, Bandung, Jawa Barat, Rabu (8/1). TEMPO/Prima Mulia

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto mengatakan penyumbang tertinggi inflasi pada Oktober lalu adalah adanya kenaikan harga pada kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. BPS mencatat, pada Oktober, kelompok pengeluaran tersebut mengalami inflasi 0,56 persen.

"Yang memberikan andil terbesar adalah kenaikan tarif listrik 0,06 persen dan kenaikan harga bahan bakar rumah tangga, dalam hal ini elpiji 3 kilogram, sebesar 0,02 persen. Selain itu, upah tukang, tarif kontrak rumah, dan tarif sewa rumah," ujar Suhariyanto di kantornya, Selasa, 1 November 2016.

Baca: Pembangkit Listrik, 12 Proyek Mangkrak Siap Dilanjutkan

Suhariyanto mengatakan kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau juga mengalami inflasi, yakni 0,24 persen. Komoditas yang menyumbang inflasi pada kelompok ini, menurut Suhariyanto, adalah rokok kretek, rokok kretek filter, dan rokok putih, yang masing-masing mengalami inflasi 0,01 persen.

Berdasarkan data BPS, penyumbang inflasi pada Oktober juga berasal dari kelompok kesehatan serta kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga. Kelompok kesehatan mengalami inflasi 0,29 persen. "Adapun kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga mengalami inflasi 0,1 persen."

Beberapa kelompok pengeluaran, menurut Suhariyanto, mengalami deflasi. Kelompok bahan makanan mengalami deflasi 0,21 persen. "Komoditas yang mengalami penurunan harga adalah bawang merah, daging ayam ras, telur ayam ras, ikan segar, kacang panjang, dan sebagainya," katanya.

Berita lain: Harga Minyak Turun di Tengah Keraguan Kesepakatan OPEC

Sementara itu, kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan juga mengalami deflasi sebesar 0,03 persen. "Penyumbang deflasi adalah penurunan tarif pulsa," ujar Suhariyanto. Sedangkan kelompok pengeluaran yang juga mengalami deflasi adalah kelompok sandang, yakni 0,31 persen.

Suhariyanto menilai pola inflasi yang terjadi pada Oktober lalu merupakan hal yang tidak biasa. "Karena penyumbang inflasi tertinggi adalah kelompok administered price atau harga yang diatur pemerintah, yakni 0,57 persen. Ini terjadi karena kenaikan harga elpiji 3 kilogram, tarif listrik, dan harga rokok," tuturnya.

Berdasarkan data BPS, kelompok bergejolak mengalami deflasi. Menurut Suhariyanto, deflasi kelompok bergejolak mencapai 0,26 persen. "Hal itu menunjukkan secara umum harga pangan terkendali. Walaupun terjadi deflasi, yang perlu mendapat perhatian adalah cabai merah," tuturnya.

ANGELINA ANJAR SAWITRI

Berita terkait

Neraca Perdagangan Kita Surplus 47 Bulan Berturut-turut, Apa Penyebabnya?

7 hari lalu

Neraca Perdagangan Kita Surplus 47 Bulan Berturut-turut, Apa Penyebabnya?

Indonesia memperpanjang rekor surplus neraca perdagangan dalam 47 bulan terakhir pada Maret 2024

Baca Selengkapnya

Terkini Bisnis: Putusan MK Pengaruhi IHSG, Bandara Sam Ratulangi Mulai Dibuka

8 hari lalu

Terkini Bisnis: Putusan MK Pengaruhi IHSG, Bandara Sam Ratulangi Mulai Dibuka

Pembacaan putusan sengketa Pilpres di MK memengaruhi IHSG. Perdagangan ditutup melemah 7.073,82.

Baca Selengkapnya

Impor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik

8 hari lalu

Impor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik

BPS mencatat impor pada Maret 2024 turun 2,6 persen secara bulanan. Impor bahan baku dan bahan penolong turun, tapi barang konsumsi naik.

Baca Selengkapnya

BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen

8 hari lalu

BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen

Badan Pusat Statistik atau BPS mengungkapkan terjadi lonjakan impor serealia pada Maret 2024. BPS mencatat impor beras naik 2,29 persen. Sedangkan impor gandum naik 24,54 persen.

Baca Selengkapnya

BPS Sebut Iran dan Israel Bukan Mitra Utama Dagang RI: Dampak Konflik Tak Signifikan

8 hari lalu

BPS Sebut Iran dan Israel Bukan Mitra Utama Dagang RI: Dampak Konflik Tak Signifikan

BPS menilai dampak konflik geopolitik antara Iran dan Israel tak berdampak signifikan terhadap perdangan Indonesia. Begini penjelasan lengkapnya.

Baca Selengkapnya

Surplus Perdagangan Maret Tembus USD 4,47 Miliar, Ditopang Ekspor Logam Dasar dan Sawit

8 hari lalu

Surplus Perdagangan Maret Tembus USD 4,47 Miliar, Ditopang Ekspor Logam Dasar dan Sawit

Surplus perdagangan Indonesia pada Maret 2024 tembus US$ 4,47 miliar. Surplus 47 bulan berturut-turut.

Baca Selengkapnya

Timur Tengah Memanas, BPS Beberkan Sejumlah Komoditas yang Harganya Melonjak

8 hari lalu

Timur Tengah Memanas, BPS Beberkan Sejumlah Komoditas yang Harganya Melonjak

Badan Pusat Statistik atau BPS membeberkan lonjakan harga komoditas akibat memanasnya tekanan geopolitik di Timur Tengah.

Baca Selengkapnya

Penerbangan Internasional di Bandara Sultan Hasanuddin Airport Makassar Meningkat 8,29 Persen

26 hari lalu

Penerbangan Internasional di Bandara Sultan Hasanuddin Airport Makassar Meningkat 8,29 Persen

Aktivitas penerbangan internasional yang datang, berangkat, dan transit di Bandara Sultan Hasanuddin Airport Makassar pada Februari 2024 meningkat.

Baca Selengkapnya

BPS: Kenaikan Harga Beras Eceran 2024 Paling Tinggi Sejak 2011

28 hari lalu

BPS: Kenaikan Harga Beras Eceran 2024 Paling Tinggi Sejak 2011

Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia A. Widyasanti mengatakan harga beras eceran mengalami kenaikan sebesar 2,06 persen secara bulanan.

Baca Selengkapnya

Terkini: Harga Beras dan Gabah Turun Selama Ramadan, Jokowi Gelontorkan IFG LIfe Rp 3,5 Triliun untuk Bereskan Polis Jiwasraya

29 hari lalu

Terkini: Harga Beras dan Gabah Turun Selama Ramadan, Jokowi Gelontorkan IFG LIfe Rp 3,5 Triliun untuk Bereskan Polis Jiwasraya

BPS menyebut penurunan harga beras secara bulanan terjadi di tingkat penggilingan sebesar 0,87 persen. Namun secara tahunan, di penggiling naik.

Baca Selengkapnya