2 Tahun Jokowi-JK, Indef: Inflasi dan Daya Beli Rendah

Sabtu, 22 Oktober 2016 21:01 WIB

Pedagang merapikan bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, 1 Februari 2016. Salah satu penyumbang inflasi adalah bawang merah. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, menilai pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen belum cukup untuk ukuran ekonomi Indonesia. Inflasi yang berada di kisaran angka 3 persen, kata dia, seharusnya menaikan daya beli masyarakat.

Namun, dalam pengamatannya, Enny mengatakan inflasi sebesar 3 persen tersebut diikuti dengan konsumsi rumah tangga sebesar 4 persen. "Artinya justru inflasi rendah karena habisnya daya beli masyarakat. Jadi masyarakat tidak bisa berdaya beli lagi," kata Enny dalam diskusi 'Kerja, Cinta, dan Drama' di Jakarta, Sabtu 22 Oktober 2016.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, sebelumnya mengatakan deflasi yang dipicu penurunan harga kebutuhan bahan makanan sangat bagus untuk masyarakat. Namun di satu sisi, deflasi juga menunjukkan adanya permasalahan. "Tapi itu memang menjadi petunjuk bahwa ekonomi itu permintaan secara makro masih lemah," ujarnya awal November tahun lalu.

Lebih jauh, Enny mengapresiasi orientasi pemerintah dalam pembangunan infrastruktur di beberapa daerah. Beberapa dibangun seperti bendungan, jalan tol, dan pelabuhan. "Namun, ekonomi butuh keseimbangan. Karena ambisi pemerintah membangun infrastruktur dengan dana yang terbatas," ujar Enny.

Sehingga, kata Enny, pemerintah pun harus mengeluarkan surat utang. "Sementara pasar keuangan kita cetek banget karena yang punya uang hanya segelintir elit," ujar dia. Menurut dia, surat utang ini menyebabkan likuiditas perbankan menurun dan terjadi perang suku bunga di sektor perbankan.

Menurut Enny, apabila target pertumbuhan investasi sebesar 5 persen, maka suku bunga harus double digit. Sebab, hal ini berpengaruh pada penyediaan lapangan pekerjaan dan daya beli masyarakat. "Makanya daya beli rendah. Sebenarnya siapa yang menyebabkan daya beli yang turun? Ini karena target ambisius," kata dia.

Meskipun begitu, Enny mengapresiasi kerja pemerintah dengan hasil pertumbuhan ekonomi nomor tiga di dunia. "Negara Eropa, Amerika Serikat, Jepang, masih minus. Tapi masalahnya 5 persen tidak cukup untuk size ekonomi kita.”

ARKHELAUS W.

Berita terkait

Ekonom Senior INDEF Sebut Indonesia Harus Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

6 hari lalu

Ekonom Senior INDEF Sebut Indonesia Harus Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

Meski tidak bersinggungan secara langsung dengan komoditas pangan Indonesia, namun konflik Iran-Israel bisa menggoncang logistik dunia.

Baca Selengkapnya

Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel, Ekonom: Prioritaskan Anggaran untuk Sektor Produktif

8 hari lalu

Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel, Ekonom: Prioritaskan Anggaran untuk Sektor Produktif

Di tengah konflik Iran-Israel, pemerintah mesti memprioritaskan anggaran yang bisa membangkitkan sektor bisnis lebih produktif.

Baca Selengkapnya

Ekonom Indef soal Dugaan Korupsi di LPEI: Padahal Ekspor Andalannya Pemerintahan Jokowi

38 hari lalu

Ekonom Indef soal Dugaan Korupsi di LPEI: Padahal Ekspor Andalannya Pemerintahan Jokowi

Ekonom Indef, Didin S. Damanhuri sangat prihatin atas dugaan korupsi yang terendus di lingkaran LPEI. Padahal, kata dia, ekspor adalah andalan pemerintahan Jokowi

Baca Selengkapnya

Imbas PPN Naik jadi 12 Persen, Indef Sebut Daya Saing Indonesia Bakal Turun

39 hari lalu

Imbas PPN Naik jadi 12 Persen, Indef Sebut Daya Saing Indonesia Bakal Turun

Kebijakan PPN di Tanah Air diatur dalam Undang-Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Baca Selengkapnya

Tarif PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Indonesia Paling Tinggi di Asia Tenggara

39 hari lalu

Tarif PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Indonesia Paling Tinggi di Asia Tenggara

Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Indef Ahmad Heri Firdaus membandingkan besaran tarif PPN di Asia Tenggara.

Baca Selengkapnya

Indef: PPN jadi 12 Persen Akan Dorong Kenaikan Harga Bahan Pokok

40 hari lalu

Indef: PPN jadi 12 Persen Akan Dorong Kenaikan Harga Bahan Pokok

Indef menyatakan penjual akan reaktif terhadap kenaikan PPN.

Baca Selengkapnya

PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Pertumbuhan Ekonomi Turun karena Orang Tahan Konsumsi

40 hari lalu

PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Pertumbuhan Ekonomi Turun karena Orang Tahan Konsumsi

Indef membeberkan dampak kenaikan pajak pertabambahan nilai atau PPN menjadi 12 persen.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ungkap Kriteria Ideal Menkeu Pengganti Sri Mulyani: Tidak Yes Man

52 hari lalu

Ekonom Ungkap Kriteria Ideal Menkeu Pengganti Sri Mulyani: Tidak Yes Man

Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti mengungkapkan kriteria ideal Menkeu seperti apa yang dibutuhkan oleh Indonesia di masa mendatang.

Baca Selengkapnya

Terkini: Ramai-ramai tentang Dana Bos untuk Program Makan Siang Gratis, Harga Bitcoin Tembus Rekor Rp 1 Miliar

54 hari lalu

Terkini: Ramai-ramai tentang Dana Bos untuk Program Makan Siang Gratis, Harga Bitcoin Tembus Rekor Rp 1 Miliar

Ekonom senior UI Faisal Basri menentang rencana penggunaan dana BOS untuk program makan siang gratis Prabowo-Gibran.

Baca Selengkapnya

Ekonom Indef Beberkan Penyebab Harga Pangan Naik, Mulai dari Pemilu hingga Ramadan

54 hari lalu

Ekonom Indef Beberkan Penyebab Harga Pangan Naik, Mulai dari Pemilu hingga Ramadan

Ekonom senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Aviliani membeberkan sejumlah faktor penyebab naiknya harga kebutuhan pokok,

Baca Selengkapnya