BI: Defisit Transaksi Berjalan Melebar Jadi 2,4 Persen
Editor
Setiawan Adiwijaya
Kamis, 22 September 2016 22:18 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia memperkirakan defisit neraca transaksi berjalan akan melebar menjadi 2,4 persen di kuartal III tahun ini, dari sebelumnya 2,3 persen dari produk domestik bruto (PDB). "Tapi secara keseluruhan tahun diperkirakan 2,2 persen, karena kuartal I dan II cukup rendah," ujar Gubernur Bank Indonesia, Agus D.W. Martowardojo di kantornya, Kamis, 22 September 2016.
Agus mengklaim kondisi defisit transaksi berjalan masih terjaga. Terlebih optimisme pasar kepada Indonesia masoh tinggi. "Kita lihat ada inflow masuk sampai Rp 150 triliun dibandingkan tahun lalu, setahun itu cuma Rp 50 triliun," katanya.
Selanjutnya, kegiatan ekspor juga meningkat, walaupun impor barang masih lebih tinggi dibandingkan ekspor. "Barang konsumsi biasanya cukup tinggi dan memberikan prospek yang baik," ucap Agus. Selain itu, banyaknya korporasi yang berkonsolidasi juga mencerminkan neraca korporasi yang sehat.
Baca: Bagaimana Pengampunan Pajak di Mata Syariat Islam?
Agus menambahkan konsolidasi korporasi ini dilakukan karena penurunan omzet disebabkan perekonomian dunia yang tengah melemah. "Tentu mereka mengurangi pinjaman valas."
Agus mengapresiasi konsolidasi fiskal yang dilakukan pemerintah, sehingga postur fiskal menjadi lebih sehat. Kondisi ini juga didukung dengan inflasi yang terjaga stabil di angka 4 plus minus 1 persen. BI konservatif memandang target pertumbuhan ekonomi 5,1 persen di akhir tahun dapat tercapai. "Budget akan dijaga supaya sehat dam kredibel," ucap dia.
Agus optimistis pertumbuhan ekonomi tahun depan akan lebih baik, karena didorong program amnesti pajak. BI terus memberikan ruang pelonggaran, seperti hari ini, yaitu penurunan suku bunga acuan 7 Days Repo Rate dari 5,25 persen menjadi 5 persen.
Simak: PT Kereta Api Ultah, Ada Tiket Promo untuk Semua Kelas
"Kami juga terus mengamati pembahasan APBN 2017, bagaimana rencana pemerintah terkait pertumbuhan ekonomi, subsidi, realisasi amnesti pajak, dan lain-lain," Agus berujar.
Agus memandang salah satu langkah penghapusan subsidi listrik yang sempat didiskusikan beberapa waktu lalu sebagai langkah penyesuaian yang baik. "Karena membuat fiskal lebih sehat dan tentu akan berdampak ke 2017."
Secara umum, Agus mengamati seluruh indikator makro ekonomi dapat terjaga. "Kita lihat kondisi longgar tetap jalan sampai akhir tahun dan awal 2017," ujarnya.
GHOIDA RAHMAH