Aktivitas kantor pelayana Amnesti Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Sudirman, Jakarta, 22 Juli 2016. Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani mengatakan target pendapatan pajak dari tax amnesty Rp 165 triliun cukup realistis meskipun Bank Indonesia malah memperkirakan penerimaan dari tax amnesty paling sedikit akan sebesar Rp 50 triliun. Tempo/Tony Hartawan
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat perpajakan dari Universitas Indonesia, Darussalam, mengatakan program pengampunan pajak atau tax amnesty yang sedang gencar dilakukan pemerintah tidak bermaksud untuk mempersulit atau menakuti wajib pajak (WP). Hal ini sehubungan dengan kabar yang beredar dan cukup meresahkan publik tentang tax amnesty, yang tidak hanya menarik dana yang diparkir di luar tapi juga mengincar rakyat kecil.
“Tax amnesty tidak sulit dan tidak dimaksudkan untuk mempersulit, apalagi untuk menakut-nakuti,” ujar Darussalam saat dihubungi, Jumat, 26 Agustus 2016. “Jadi, isu negatif yang dikembangkan itu salah besar.”
Darussalam menyatakan justru wajib pajak yang merasa aset yang dimiliki dan berasal dari penghasilannya sudah dikenakan pajak tapi belum melaporkannya dalam surat pemberitahuan (SPT) dapat segera melakukan pembetulan SPT. “Tax amnesty itu justru sarana untuk menyelesaikan kewajiban masa lalu yang tidak benar,” tuturnya. “Jadi, kalau sudah benar, tidak ada masalah.”
Menurut Darussalam, tax amnesty merupakan bentuk uluran tangan pemerintah kepada wajib pajak untuk menyelesaikan kewajiban pajak pada masa lalu yang belum benar, dengan cukup membayar uang tebusan yang tarifnya sangat rendah. “Jadi keresahan itu tidak perlu dan tidak ada dasarnya.”
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengatakan tax amnesty bukan hanya ditujukan bagi wajib pajak besar atau orang kaya. Program yang ditargetkan dapat meraup penerimaan hingga Rp 165 triliun itu juga akan menyasar semua wajib pajak, termasuk wajib pajak kecil. “Implikasinya luas, tidak bisa didiskriminasi,” ucapnya di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis kemarin.