TEMPO Interaktif, Jakarta: Kepala Biro Hukum Departemen Keuangan Hadiyanto menegaskan sampai saat ini delapan pengutang yang memperoleh fasilitas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia hanya sanggup membayar dengan kombinasi tunai dan aset. "Tidak ada yang 100 persen tunai," kata Hadiyanto kemarin.Dia menambahkan, tujuh dari delapan pengutang--kecuali Marimutu Sinivasan--telah menandatangani kesanggupan membayar utang versi mereka. Para pengutang itu menyatakan ketidaksanggupan membayar kewajiban mereka kepada pemerintah dengan uang tunai ataupun aktiva lancar. Para pengutang itu ingin melakukan pembayaran dengan menyerahkan aset.Menurut Hadiyanto, para pengutang masih menggunakan pola reformulasi akta pengakuan utang, yaitu 30 persen tunai dan 70 persen aset. Salah satunya Atang Latief. Pemilik eks Bank Bira itu menyatakan sanggup membayar 70 persen utangnya dengan aset. Sebagian lagi berupa saham dan aset lainnya, seperti tanah dan bangunan.Alasannya, kata Hadiyanto, para pengutang kesulitan memperoleh uang tunai dalam waktu dekat. "Mereka tidak mau cash karena tidak ada uangnya. Kami sudah paksa itu. Kami beri kesempatan sampai 31 Desember 2006, tapi beberapa dari mereka bilang sudah berat." Ia mengakui pemerintah belum mengambil sikap apakah akan menerima pembayaran berupa aset atau tetap konsisten dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 151/KMK.01.2006 tentang Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham, yang hanya menerima pembayaran 100 persen berupa cash ataupun near cash (berbentuk surat utang atau lainnya). "Kita lihat saja nanti," kata Hadiyanto.AGUS SUPRIYANTO
Berita terkait
Belum Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, KPK Bantah Ada Intervensi Mabes Polri
50 menit lalu
Belum Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, KPK Bantah Ada Intervensi Mabes Polri
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak membantah ada tekanan dari Mabes Polri sehingga belum menerbitkan sprindik baru untuk Eddy Hiariej.