Rumput Laut Indonesia Terancam di AS, Ini Efek Dominonya

Reporter

Editor

Saroh mutaya

Selasa, 9 Agustus 2016 21:33 WIB

Rumput laut berada di dalam wadah yang telah dipisahkan dari sampah di Pantai Tanah Beru, kabupaten Bulukumba, Sulsel, 07 Maret 2015. Rumput laut yang menyatu dengan sampah akibat Angin Barat di jual dengan harga 10 ribu perkilogramnya kepada pengepul. TEMPO/Iqbal Lubis

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perdagagan menilai kinerja ekspor rumput laut berpotensi tertekan hingga US$160,4 juta, jika Amerika jadi mengeksekusi rencana mencoret komoditas ini dari daftar pangan organik.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Dody Edward mengatakan rencana ini akan diputuskan US National Organic Standards Board (NOSB) pada November 2016.

Dalam kajian Kemendag, jika rencana delisting rumput laut ini dieksekusi, maka akan ada penurunan nilai ekspor komoditas tersebut mencapai US$1 juta. Efek dominonya, lanjut Dody, bahkan lebih besar lagi. Menurutnya, ada kemungkinan kebijakan ini akan memicu tujuan ekspor rumput laut lainnya seperti Eropa untuk memberlakukan hal serupa.

“Indonesia bahkan berpotensi mengalami kerugian hingga US$160,4 juta jika semua pasar tujuan ekspor Indonesia memberlakukan hal yang sama seperti Amerika,” ujar Dody dalam siaran tertulisnya, Selasa (9 Agustus 2016).

Meski demikian, pendapat pemerintah tak sepenuhnya diamini pengusaha. Kalangan asosiasi menilai pencoretan rumput laut dari daftar pangan organik di Amerika bukan merupakan masalah besar. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia (Gappindo) Herwindo mengatakan pasar utama rumput laut nasional yakni Cina. Sementara itu, persentase ke Amerika sangat sedikit. “Menurut saya pengaruhnya tak banyak,” ujar Herwindo kepada Bisnis.com, Selasa (9 Agustus 2016).

Adapun, asal muasal rancangan kebijakan pencoretan rumput laut dari daftar pangan organik muncul dari petisi Joanne K. Tobacman dari University of Illinois, Chicago. Petisi yang disampaikan pada Juni 2008 ke US Food and Drug Administration (FDA) ini berisi larangan penggunaan carrageenan sebagai bahan tambahan makanan.

Carrageenan sendiri berasal dari rumput laut. Alasan pelarangannya, karena dari penelitian Tobacman, menunjukkan carrageenan dapat menyebabkan peradangan yang memicu kanker.

Awalnya petisi ini ditolak US FDA. Namun, publikasi lembaga sosial masayarakat Cornucopia Institute dari Amerika pada Maret 2013 turut mendorong publik agar NOSB mengeluarkan carrageenan dari daftar pangan organik.

Dody menyebutkan nantinya pada bulan kesebelas tahun ini, US NOSB tersebut akan memutuskan apakah carrageenan tetap masuk dalam National List of Allowed and Prohibited Substances atau tidak.

Hingga kini, Indonesia sendiri tercatat sebagai produsen utama rumput laut di dunia. Untuk komoditas rumput laut, pangsa pasar Indonesia mencapai 41% pada 2013.

Selama ini, rumput laut pun menjadi bahan baku carrageenan dan agar-agar. Menurut Dody, dengan peningkatan konsumsi pangan organik di dunia, memicu lahirnya isu kesehatan yang mempengaruhi perdagangan produk organik.

Direktorat Pengamanan Perdagangan Kemendag tengah aktif memantau perkembangan rencana pencoretan produk rumput laut tersebut. “Kami juga mengharapkan kerjasama dari kementerian atau lembaga terkait, asosiasi, dan akademisi guna membahas langkah-langkah yang dapat membatalkan delisting produk rumput laut tersebut.”

BISNIS

Berita terkait

Nurseri Modern Tanaman Perkebunan di Cianjur Diresmikan

20 Juli 2023

Nurseri Modern Tanaman Perkebunan di Cianjur Diresmikan

Nurseri modern akan mendorong pertumbuhan wilayah agribisnis

Baca Selengkapnya

Peluang dan Peran Fintech Lending di Sektor Agribisnis

5 November 2022

Peluang dan Peran Fintech Lending di Sektor Agribisnis

Baik fintech maupun agritech dapat membantu mengelola risiko terkait pertanian dengan memberikan data kepada pemberi pinjaman untuk penjaminan dan mitigasi risiko yang lebih baik

Baca Selengkapnya

Ubi Cilembu Asal Sumedang Tembus Pasar Ekspor Singapura, Malaysia, dan Hong Kong

28 Februari 2022

Ubi Cilembu Asal Sumedang Tembus Pasar Ekspor Singapura, Malaysia, dan Hong Kong

Ubi Cilembu yang berasal dari Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, ternyata diminati di mancanegara, di antaranya Singapura, Malaysia dan Hongkong.

Baca Selengkapnya

Sektor Pertanian dan Agroindustri Berpotensi Besar

23 Februari 2021

Sektor Pertanian dan Agroindustri Berpotensi Besar

LPEM FEB UI menemukan setiap 1 persen pertumbuhan sektor pertanian secara tidak langsung berdampak besar terhadap 1,36 persen pertumbuhan industri.

Baca Selengkapnya

JAPFA Raih Best of Best Versi Forbes Indonesia

1 November 2019

JAPFA Raih Best of Best Versi Forbes Indonesia

Manajemen PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk telah melakukan transformasi digital dalam proses produksi.

Baca Selengkapnya

Perang Tomat Gantikan Perang Cambuk Para Jawara

14 Oktober 2016

Perang Tomat Gantikan Perang Cambuk Para Jawara

Dalam sehari tomat yang dipanen di desa Serang bisa mencapai 15 ton.

Baca Selengkapnya

Singapura Lirik Industri Pengolahan Makanan di Jawa Barat

26 Juli 2016

Singapura Lirik Industri Pengolahan Makanan di Jawa Barat

Singapura menjajaki pembangunan pabrik pengolahan makanan di Jawa Barat.

Baca Selengkapnya

Michelin Berencana Buka Pabrik Karet di Indonesia

28 Oktober 2015

Michelin Berencana Buka Pabrik Karet di Indonesia

Michelin ingin membuka perkebunan dan pabrik karet di
Indonesia terkait anjuran Menteri Perindustrian untuk
berekspansi ke sektor hulu.

Baca Selengkapnya

12 Negara Bahas Rumput Laut di Makassar  

26 Oktober 2015

12 Negara Bahas Rumput Laut di Makassar  

Pertemuan ini penting untuk menangkal upaya sejumlah negara di Eropa memboikot produk rumput laut.

Baca Selengkapnya

Sayur Organik Tak Populer, Begini Cara Pedagang Menjualnya

15 Oktober 2015

Sayur Organik Tak Populer, Begini Cara Pedagang Menjualnya

Paramita mangatakan, saat ini, kelompok tani baru bisa menyediakan sayuran organik untuk 30 orang anggota.

Baca Selengkapnya