Kalla: Kesenjangan Politik dan Ekonomi di Asia Masih Terjadi

Reporter

Kamis, 24 Maret 2016 12:22 WIB

Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan pidato dalam pembukaan BOAO Forum for Asia di Boao, Tiongkok.TEMPO/Istman

TEMPO.CO, BOAO - Menjadi salah satu peserta BOAO Forum for Asia, Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla menyampaikan sejumlah pandangannya tentang kondisi ekonomi negara-negara Asia. Salah satu hal yang ia nyatakan adalah kesenjagan ekonomi dan politik antarnegara-negara Asia masih kentara.

"Di bidang pengembangan ekonomi, Asia Timur dan Tenggara dalam kondisi yang lebih baik. Kedua wilayah tersebut secara konsisten tumbuh dengan cepat dibanding bagian-bagian Asia lainnya," ujar Kalla saat membacakan pidatonya di BOAO, Cina, Kamis, 24 Maret 2016.

Kalla melanjutkan, perbedaan dalam hal pertumbuhan ekonomi itu tidak ia maknai buruk. Sebaliknya, prestasi Asia Timur dan Tenggara tersebut bisa dilanjutkan menjadi upaya promosi kerja sama bidang ekonomi di Asia dan upaya menjaga stabilitas regional.

Baca: Jokowi Pilih Blok Masela Onshore, Ini Komentar Rizal Ramli

Menurut Kalla, salah satu bentuk kerja sama yang bisa dibangun adalah dalam hal berbagi sumber daya, tak terkecuali sumber daya finansial. "Asian Infrastructure Investment Bank dan Asian Development Bank bisa memfasilitasi kolaborasi seperti itu," ucapnya.

Selain itu, bisa dengan mendorong negara-negara Asia bergabung ke blok perdagangan bebas, seperti Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) atau ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA). Blok perdagangan bebas akan menghapuskan tarif perdagangan di negara-negara yang menjadi anggotanya serta memberi kesempatan untuk bersaing demi mempercepat pertumbuhan ekonomi.

"Sudut pandang nasionalis untuk menjaga bisnis lokal harus disingkirkan. Sudut pandang tersebut mungkin menguntungkan untuk jangka pendek, tapi sudah pasti gagal untuk jangka panjang," ujar Kalla.

Baca Juga: Menteri Puan Beri Santunan Kecelakaan Kerja Rp 3,5 Miliar

Sementara itu, mengacu pada laporan analisis ekonomi yang dikeluarkan lembaga investasi Moody's, negara-negara di Asia Tenggara akan menghadapi berbagai tantangan ekonomi di tahun 2016 dan 2017.

"Prospek pertumbuhan melalui ekspor di Asia Tenggara akan lemah di tahun 2016 dan 2017. Sementara itu, negara yang bergerak berdasarkan domestic demand akan sedikit lebih baik kondisinya," ucap analis Mood's, Rahul Ghoush, dalam analisis Moody's yang berjudul “Inside ASEAN”.

Ghoush menjelaskan, prospek pertumbuhan ekonomi melalui ekspor akan lemah karena global demand pun tengah menurun. Hal tersebut tak terkecuali di bidang investasi. "Moody's memperkirakan GDP negara G20 akan tumbuh 2,6 persen di tahun 2016 dan 2,9 persen di tahun 2017 akibat kondisi ini," ucap Rahul Ghoush.

ISTMAN MP | MOODY'S

Berita terkait

Jadwal Final Piala Thomas 2024 Minggu Sore, Berikut Susunan Pemain Indonesia Lawan Cina

3 jam lalu

Jadwal Final Piala Thomas 2024 Minggu Sore, Berikut Susunan Pemain Indonesia Lawan Cina

Simak susunan pemain untuk laga final Piala Thomas 2024 antara Cina vs Indonesia yang akan digelar hari ini, Migggu, mulai 17.00 WIB.

Baca Selengkapnya

Hasil Final Piala Uber 2024: Tuan Rumah Cina Jadi Juara, Indonesia Runner-up

4 jam lalu

Hasil Final Piala Uber 2024: Tuan Rumah Cina Jadi Juara, Indonesia Runner-up

Ester Nurumi Tri Wardoyo yang turun di partai ketiga kalah melawan He Bing Jiao sehingga Cina yang jadi juara PIala Uber 2024.

Baca Selengkapnya

Bandara AH Nasution Sumut Senilai Rp 434,5 Miliar Rampung Dibangun, Menhub: Bisa Tingkatkan Ekonomi Daerah

5 jam lalu

Bandara AH Nasution Sumut Senilai Rp 434,5 Miliar Rampung Dibangun, Menhub: Bisa Tingkatkan Ekonomi Daerah

Proyek pembangunan bandara AH Nasution ini mulai dibangun pada 2020 dengan anggaran sebesar Rp 434,5 miliar.

Baca Selengkapnya

Tak Hanya India, Jepang Juga Kecewa Atas Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

19 jam lalu

Tak Hanya India, Jepang Juga Kecewa Atas Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

Pemerintah Jepang menanggapi komentar Presiden AS Joe Biden bahwa xenofobia menjadi faktor penghambat pertumbuhan ekonomi di Cina, India dan Jepang.

Baca Selengkapnya

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

1 hari lalu

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

Menteri Luar Negeri India menolak komentar Presiden AS Joe Biden bahwa xenofobia menjadi faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi negaranya.

Baca Selengkapnya

Soal Internet di Cina, Kampanye Larangan Tautan Ilegal hingga Mengenai Pendapatan Periklanan

1 hari lalu

Soal Internet di Cina, Kampanye Larangan Tautan Ilegal hingga Mengenai Pendapatan Periklanan

Komisi Urusan Intenet Pusat Cina telah memulai kampanye nasional selama dua bulan untuk melarang tautan ilegal dari sumber eksternal di berbagai media

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

1 hari lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

1 hari lalu

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

Cina menjadi salah satu negara yang bisa mengurangi dampak polusi udaranya secara bertahap. Mengikis dampak era industrialisasi.

Baca Selengkapnya

Menlu Selandia Baru Sebut Hubungan dengan Cina "Rumit"

1 hari lalu

Menlu Selandia Baru Sebut Hubungan dengan Cina "Rumit"

Menlu Selandia Baru menggambarkan hubungan negaranya dengan Cina sebagai hubungan yang "rumit".

Baca Selengkapnya

LPEM FEB UI Perkirakan Pertumbuhan Ekonomi Kuartal Pertama 5,15 Persen

1 hari lalu

LPEM FEB UI Perkirakan Pertumbuhan Ekonomi Kuartal Pertama 5,15 Persen

Pemilu dan beberapa periode libur panjang seperti lebaran berpotensi mendorong konsumsi dan pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama 2024.

Baca Selengkapnya