TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pusat Statistik Suryamin mengatakan, pada Februari, terjadi deflasi sebesar 0,09 persen. "Dari 82 kota indeks harga konsumen, 52 kota di antaranya mengalami deflasi," katanya di kantor BPS, Selasa, 1 Maret 2016.
Angka deflasi ini disebabkan oleh beberapa hal. Antara lain penurunan tarif listrik untuk daya 1.300 VA, baik yang pascabayar maupun prabayar. Menurut Suryamin, penurunan tarif listrik memiliki andil sebesar 0,14 persen dari deflasi.
Selanjutnya yang memiliki andil terhadap deflasi adalah bawang merah dan daging ayam ras, yang masing-masing memiliki andil deflasi sebesar 0,08 dan 0,05 persen. Ini terjadi karena pasokan dari dua komoditas itu cukup banyak.
Penurunan harga bahan bakar minyak pada Januari ternyata juga memiliki pengaruh terhadap deflasi yang terjadi pada Februari 2016. Penurunan harga BBM memiliki andil sebesar 0,04 persen terhadap deflasi.
Dari data yang dimiliki BPS, deflasi tertinggi terjadi di Kota Merauke, Papua, sebesar 2,95 persen. Sedangkan kota-kota lain, seperti Sibolga, Bogor, Sumenep, dan Makassar, memiliki angka deflasi terendah dengan 0,02 persen.
Secara keseluruhan, Suryamin menilai harga-harga barang pada Februari lalu cukup terkendali. Bahkan seharusnya penurunan harga BBM bisa menurunkan biaya produksi. "Yang menuntun pada penurunan harga jual."
BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen
7 hari lalu
BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen
Badan Pusat Statistik atau BPS mengungkapkan terjadi lonjakan impor serealia pada Maret 2024. BPS mencatat impor beras naik 2,29 persen. Sedangkan impor gandum naik 24,54 persen.