Pemerintah Perlu Turunkan Harga BBM Lagi, Ini Alasannya  

Selasa, 2 Februari 2016 11:10 WIB

Petugas melakukan pengisian bahan bakar kendaraan bermotordi SPBU 3441353, Karawang, Jawa Barat, 15 Juli 2015. Dirut Pertamina Dwi Soetjipto menegaskan bahwa stok bahan bakar minyak dan elpiji selama lebaran tetap aman. Tempo/Dian Triyuli Handoko

TEMPO.CO, Jakarta – Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance, Enny Sri Hartati, mengatakan pemerintah perlu menurunkan harga bahan bakar minyak kembali. Alasannya, penurunan harga minyak dunia hingga kisaran US$ 30 per barel adalah momentum untuk membangun industri yang lebih produktif.

Enny menyebutkan jebloknya harga minyak mentah belakangan ini seharusnya menjadi momentum untuk membangun industri. “Yang sudah pasti, bagaimana segera melakukan industrialisasi yang didukung dengan energi murah sehingga mendukung persaingan di ASEAN," kata Enny saat dihubungi Tempo di Jakarta, Selasa, 2 Februari 2016.

Baca juga: Indef: Pertengahan Februari Harga Minyak Dunia Normal

Berbeda dengan tren penurunan harga minyak global pada 2015 dan 2016, menurut Enny, kali ini bukan disebabkan faktor sementara. "Penyebabnya lebih pada faktor fundamental, bukan gejolak politik atau konflik. Ini lebih pada faktor fundamental supply and demand," ucapnya.

Enny mengatakan suplai minyak naik signifikan sejak Amerika Serikat, yang biasa mengimpor, sekarang justru mengekspor minyak. Ditambah lagi, kata dia, Iran tidak lagi diembargo sehingga bisa memasok produksi minyaknya. "Dari sisi suplai ini meningkat luar biasa. Ini yang menyebabkan suplai ekses di tengah permintaan yang turun," ujarnya.

Dengan harga minyak yang rendah ini, kata Enny, pemerintah perlu menyiapkan strategi alternatif memanfaatkan momentum tersebut. Saat ini perlu peningkatan produksi dengan membangun industri di era Masyarakat Ekonomi ASEAN. "Kita fokus sebagai basis produksi sehingga harus bisa mengundang investasi," ujarnya.

Baca juga: Pengamat Taksir Pertumbuhan Ekonomi Lebih Rendah

Salah satu syaratnya, ujar Enny, membuat ketersediaan energi dan bahan baku (raw material) yang murah. "Ini yang harus kita manfaatkan karena harga komoditas rendah dan energi murah," katanya.

Enny mencontohkan, ekspor karet dapat diiringi percepatan pembangunan industri ban dan plastik. "Ini keuntungannya luar biasa, bisa untuk substitusi impor, membuka lapangan kerja, dan komoditas yang tidak laku bisa diserap untuk industri," tuturnya.

Menurut Enny, apabila harga energi di ASEAN lebih murah dan di Indonesia lebih mahal, justru akan memukul sektor riil di Indonesia. "Ini manfaatnya kalau kita segera melakukan penyesuaian kembali terhadap harga energi. Bisa mendorong industri dan bahan baku yang murah," ujarnya.

ARKHELAUS WISNU

Berita terkait

Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

6 hari lalu

Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

Menteri Keuangan Sri Mulyani bisa melakukan penyesuaian anggaran subsidi mengikuti perkembangan lonjakan harga minyak dunia.

Baca Selengkapnya

Ekonom Senior INDEF Sebut Indonesia Harus Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

9 hari lalu

Ekonom Senior INDEF Sebut Indonesia Harus Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

Meski tidak bersinggungan secara langsung dengan komoditas pangan Indonesia, namun konflik Iran-Israel bisa menggoncang logistik dunia.

Baca Selengkapnya

Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel, Ekonom: Prioritaskan Anggaran untuk Sektor Produktif

11 hari lalu

Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel, Ekonom: Prioritaskan Anggaran untuk Sektor Produktif

Di tengah konflik Iran-Israel, pemerintah mesti memprioritaskan anggaran yang bisa membangkitkan sektor bisnis lebih produktif.

Baca Selengkapnya

Ekskalasi Konflik Iran-Israel Berpotensi Kerek Inflasi, Dimulai dari Harga Minyak

12 hari lalu

Ekskalasi Konflik Iran-Israel Berpotensi Kerek Inflasi, Dimulai dari Harga Minyak

Senior Fellow CIPS Krisna Gupta mengatakan ekskalasi konflik Iran-Israel bisa berdampak pada inflasi Indonesia.

Baca Selengkapnya

Konflik Iran-Israel Memanas, Harga Minyak Dunia Nyaris US$ 90 per Barel

13 hari lalu

Konflik Iran-Israel Memanas, Harga Minyak Dunia Nyaris US$ 90 per Barel

Harga minyak dunia melonjak jadi US$ 89 (Brent) dan US$ 84 (WTI) per barel pada Jumat, 19 April 2024, seiring memanasnya konflik Iran-Israel.

Baca Selengkapnya

Naik Lagi, Harga Emas Antam Hari Ini Sentuh Rp 1.335.000 per Gram

14 hari lalu

Naik Lagi, Harga Emas Antam Hari Ini Sentuh Rp 1.335.000 per Gram

Harga emas Antam per 1 gram hari ini ada pada level Rp 1.335.000. Harga ini naik Rp 14 ribu dibanding perdagangan kemarin.

Baca Selengkapnya

Analis Sebut Harga Minyak Terus Naik Akibat Konflik Iran-Israel dan Penguatan Dolar

14 hari lalu

Analis Sebut Harga Minyak Terus Naik Akibat Konflik Iran-Israel dan Penguatan Dolar

Harga minyak dunia cenderung naik gara-gara konflik Iran - Israel dan penguatna dolar AS terhadap sejumlah mata uang dunia.

Baca Selengkapnya

Ekonom Indef soal Dugaan Korupsi di LPEI: Padahal Ekspor Andalannya Pemerintahan Jokowi

42 hari lalu

Ekonom Indef soal Dugaan Korupsi di LPEI: Padahal Ekspor Andalannya Pemerintahan Jokowi

Ekonom Indef, Didin S. Damanhuri sangat prihatin atas dugaan korupsi yang terendus di lingkaran LPEI. Padahal, kata dia, ekspor adalah andalan pemerintahan Jokowi

Baca Selengkapnya

Imbas PPN Naik jadi 12 Persen, Indef Sebut Daya Saing Indonesia Bakal Turun

42 hari lalu

Imbas PPN Naik jadi 12 Persen, Indef Sebut Daya Saing Indonesia Bakal Turun

Kebijakan PPN di Tanah Air diatur dalam Undang-Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Baca Selengkapnya

Tarif PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Indonesia Paling Tinggi di Asia Tenggara

42 hari lalu

Tarif PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Indonesia Paling Tinggi di Asia Tenggara

Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Indef Ahmad Heri Firdaus membandingkan besaran tarif PPN di Asia Tenggara.

Baca Selengkapnya