Gedung Aneka Tambang, Jakarta. [Tempo/Arnold Simanjuntak]
TEMPO.CO, Jakarta -Perusahaan tambang milik pemerintah, PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, mencatatkan peningkatan penjualan bersih sebelum diaudit sebesar Rp 10,55 triliun di 2015. Penjualan tersebut naik 12 persen dibandingkan pencapaian pada 2014 lalu.
Dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Jumat, 29 Januari 2015, Direktur Utama Antam Tedy Badjruman mengatakan peningkatan ini karena naiknya penjualan emas. Komoditas tersebut menyumbang pendapatan Rp 7,31 triliun. "69 persen dari total penjualan bersih," ujar Tedy.
Selain emas, feronikel menjadi penyumbang terbesar kedua pendapatan perseroan. Meski industri pertambangan global mengalami volatilitas, komoditas ini menyumbang Rp 2,74 triliun atau 26 persen dari total penjualan bersih.
Di kuartal empat 2015, Tedy mengatakan Antam mencatatkan volume produksi sebesar 4.372 TNi dibandingkan periode yang sama tahun lalu 5.141 TNi. "Volume penjualan di kuartal empat tercatat sebesar 5.255 TNi dibandingkan penjualan di periode yang sama tahun lalu sebesar 6.923 TNi," kata Tedy.
Antam, menurut Tedy, membukukan penjualan bersih feronikel sebesar Rp 601,29 miliar di kuartal keempat 2015. Jumlah tersebut mengalami penurunan dibandingkan pada 2014 lalu yang mencatatkan Rp 1,37 triliun.
Untuk pendapatan di kuartal akhir 2015, perusahaan pelat merah ini memperoleh pendapatan sebelum diaudit mencapai Rp 1,51 triliun. Sedangkan di periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 3,61 triliun.
Pekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun
25 Februari 2024
Pekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun
Aliran modal asing tetap surplus kendati ada penjualan Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), karena jumlah modal masuk ke pasar saham jauh lebih besar.
Potensi Bursa Karbon Cukup Besar, Bos OJK: 71,95 Persen Karbon Masih Belum Terjual
4 Desember 2023
Potensi Bursa Karbon Cukup Besar, Bos OJK: 71,95 Persen Karbon Masih Belum Terjual
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi menjelaskan bahwa ke depan potensi bursa karbon masih cukup besar.