TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menggagalkan ekspor mutiara ilegal seberat 114 kilogram di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Mutiara yang akan diselundupkan CV SBP ke Hong Kong ini bernilai Rp 45 miliar. "Kalau tidak dicegah, Indonesia bisa kehilangan devisa," kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro saat konferensi pers di Jakarta, Selasa, 12 Januari 2016.
Bambang menjelaskan, kasus ini bermula dari CV DBP yang mengajukan Pemberitahuan Ekspor Barang pada 2 Desember 2015. Bentuk barangnya manik-manik dengan berat bruto 116,5 kilogram yang dimasukkan ke dalam lima peti kayu konsolidator untuk beberapa penerima barang di luar negeri. "Awalnya tidak apa-apa, tapi Dirjen Bea-Cukai menemukan kecurigaan karena ekspor manik-manik ini di luar kebiasaan. Indikasinya, barang tidak sesuai," ujar Bambang.
Kasus ini juga diawali temuan Kementerian Perikanan dan Kelautan yang disertai analisis intelijen. Mutiara tersebut telah diuji forensik. "Hasil forensik mutiara tidak boleh diekspor," tutur Bambang. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang kepabeanan, pelakunya terancam pidana paling singkat 2 tahun dan maksimal 6 tahun, serta denda Rp 100 juta sampai 6 miliar.
Bambang berujar, ekspor ilegal ini berdampak signifikan apabila dibiarkan karena industri mutiara di Indonesia tidak akan berkembang. Tidak hanya mutiara, pada Oktober dan November 2015, pemerintah juga telah menggagalkan ekspor ilegal perikanan senilai Rp 12,75 miliar. "Ini juga pertama kalinya Bea-Cukai aktif mencegah ekspor produk kelautan," ucapnya.
Ia mengatakan ekspor lobster ilegal kerap diselundupkan melalui bandara internasional, seperti Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Lombok. "Ada modus, kalau bisa dibawa tangan, bisa dilakukan sendiri lewat bandara. Ini pertama kalinya mutiara lewat pelabuhan kontainer," katanya.