Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Menteri BUMN Rini Soemarno (kiri) menyimak penjelasan soal berbagai produk turunan produksi Kilang Minyak PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Tuban, Jawa Timur, 11 November 2015. Perusahaan ini kembali dioperasikan PT Pertamina agar keberadaan TPPI dapat mengurangi 20 persen impor. ANTARA/Widodo S. Jusuf
TEMPO.CO, TUBAN - Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno mengaku tengah mempelajari hasil audit Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) setelah Pertamina memberikan data tersebut kepada dirinya serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said.
Rini juga menunggu Sudirman pulang ke tanah air dari kunjuangan Timur Tengah sebelum membahas dengan Presiden soal Petral. Setelah itu, Rini akan mencari jadwal waktu yang tepat untuk melaporkan ke Presiden.
"Insya Allah setelah beliau (presiden) kembali dari (pertemuan) G20. Karena masih menunggu menteri ESDM karena pak menteri di timur tengah," kata dia di lokasi Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) , Rabu, 11 November 2015. Menurut Rini, pemerintah akan membicarakan hasil audit Petral secara bersama-sama sebelum membawanya ke ranah hukum.
Ditemui di waktu yang berbeda, Presiden Joko Widodo mengaku belum mendapat laporan hasil audit Petral. Setelah mendapat laporan, kata dia, baru dapat menentukan langkah tindak lanjut atas hasil audit Petral tersebut. "Petral sudah saya minta diaudit, kemudian hasil auditnya sudah selesai tapi belum dilaporkan ke saya," kata dia.
Hasil audit forensik terhadap Petral menyebutkan terjadi anomali dalam pengadaan minyak pada 2012-2014. Berdasarkan temuan lembaga auditor Kordha Mentha, jaringan mafia minyak dan gas (migas) telah menguasai kontrak suplai minyak senilai US$ 18 miliar atau sekitar Rp 250 triliun selama tiga tahun.
Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said, ada beberapa perusahaan yang memasok minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) kepada PT Pertamina (Persero) melalui Petral pada periode tersebut. Namun, setelah diaudit, kata Sudirman, semua pemasok tersebut berafiliasi pada satu badan yang sama.
Badan itu menguasai kontrak US$ 6 miliar per tahun atau sekitar 15 persen dari rata-rata impor minyak tahunan senilai US$ 40 miliar. “Ini nilai kontrak yang mereka kuasai, bukan keuntungan,” kata Sudirman kepada Tempo, Selasa 10 November 2015.
Sudirman enggan membeberkan grup usaha yang dia maksudkan. Namun dia menyebut perusahaan itu kerap menggunakan perusahaan perantara (fronting traders) dan perusahaan minyak milik negara (national oil company/NOC) untuk menggaet keuntungan lebih banyak. Akibat ulah mafia ini, kata dia, Pertamina tidak memperoleh harga terbaik dalam pengadaan minyak ataupun jual-beli produk BBM.
Sudirman tengah mengkaji temuan tersebut untuk ditindaklanjuti secara hukum. “Proses pro-justitia masih kami pertimbangkan,” tuturnya.
PT Pertamina Hadirkan UMKM Unggulan di Inacraft 2024
27 Februari 2024
PT Pertamina Hadirkan UMKM Unggulan di Inacraft 2024
PT Pertamina (Persero) akan menjadi salah satu yang terdepan dalam menghadirkan 29 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) unggulan di pameran produk kerajinan Inacraft 2024.