Pekerja memasang benang sutra saat membuat sarung sutera di Desa Sempangge, Sengkang, Wajo, Sulsel, 7 Mei 2015. Tenun sutera Sengkang merupakan komoditas ekonomi utama masyarakat Wajo yang memiliki motif khas daerah tersebut. TEMPO/Iqbal Lubis
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah diminta untuk melakukan pemetaan guna menggenjot nilai ekspor. Pemetaan diperlukan untuk mengetahui komoditas yang berpotensi menguasai pasar di negara lain.
Wakil Ketua Umum Kadin Benny Soetrisno menjelaskan, pemerintah harus memantau komoditas Indonesia yang cukup unggul di suatu negara, untuk kemudian ekspor difokuskan pada komoditas tersebut untuk negara tertentu.
"Misal di Eropa apa yang unggul komoditas kita, terus negara mana pesaing kita, itu bisa dipetakan sehingga kita tahu mana yang berpotensi," katanya di Jakarta, Selasa, 16 Juni 2015.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, sejumlah komoditas mengalami penurunan ekspor pada Mei 2015, yakni tekstil dan produk tekstil, elektronik, karet dan produk karet, sawit, produk hasil hutan, otomotif, udang, kakao, dan kopi.
Tercatat hanya produk alas kaki yang mengalami kenaikan nilai ekspor. Secara akumulatif, seluruh komoditas utama tersebut mengalami penurunan sebesar 10,63% secara month to month.
"Kalau pemetaan dilakukan kuartal III dan kuartal IV ekspor kita akan meningkat. Itu pasi," tegasnya.
Nilai Ekspor Indonesia 2022 Tumbuh 29,4 Persen, Komoditas Apa yang Berkontribusi?
11 Januari 2023
Nilai Ekspor Indonesia 2022 Tumbuh 29,4 Persen, Komoditas Apa yang Berkontribusi?
Nilai ekspor Indonesia pada 2022 tumbuh 29,4 persen dengan nilai US$ 268 miliar atau sekitar Rp 4.144 triliun. Beberapa komoditas seperti besi baja, bahan bakar fosil, dan minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) berkontribusi dalam peningkatan tersebut.