Kerugian Negara Akibat Tambang di Nusa Tenggara Rp 64 Miliar

Reporter

Editor

Saroh mutaya

Kamis, 4 Juni 2015 16:18 WIB

Massa menggelar aksi damai di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, 9 Oktober 2014. Dalam orasinya mereka mendukung Pemerintahan Jokowi-JK untuk memberantas Mafia Migas dan Tambang melalui perpendek rente perdagangan minyak mentah untuk efesiansi dan kebutuhan domestik. Tempo/Aditia Noviansyah

TEMPO.CO, Jakarta - Kerugian negara akibat aktivitas tambang di Nusa Tenggara yang meliputi Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat yang dihitung Koalisi LSM Anti-Mafia Tambang di Kupang mencapai Rp 64,47 miliar.

"Hasil penghitungan Koalisi ditemukan potensi kerugian negara di wilayah Nusra dari iuran land rent mengacu pada PP Nomor 9/2012 tentang Tarif dan Jenis Penerimaan Bukan Pajak," kata Manager Program Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTT, Melkior Nahar, kepada Antara, di Kupang, Kamis, 4 Juni 2015.

Dia mengatakan dari perhitungan yang ada diperoleh selisih yang signifikan antara potensi penerimaan daerah dan realisasinya. Ini yang disebut sebagai potensi kehilangan penerimaan (potential lost).

Hasil perhitungan Koalisi Anti-Mafia Tambang menunjukkan bahwa sejak tahun 2010-2013 diperkirakan potensi kerugian penerimaan mencapai total Rp 64,47 miliar, dengan rincian di Provinsi NTT sebesar Rp 43,07 dan di Provinsi NTB sebesar Rp 21,4 miliar.

Keterbukaan informasi di segala bidang telah diamanatkan dalam UU No. 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik (KIP). "Implementasi UU ini dtelah ditekankan oleh presiden bagi semua pemerintah pusat dan daerah untuk membuka data publik untuk kepentingan masyarakat umum termasuk data tentang izin perusahaan, Amdal dan kebijakan pertambangan lainnya," katanya.

Pengalaman Koalisi Anti Mafia Tambang di NTT dan NTB menujukkan bahwa pemerintah daerah tidak memiliki komitmen keterbukaan informasi publik dan memilih menutup atas data dan informasi yang terkait dengan dokumen izin usaha pertambangan, tahap-tahap operasional dan pasca-tambang.

Karena itu koalisi merekomendasikan 11 hal diantaranya pemerintah selaku pemberi izin untuk segera menghentikan pertambangan di Kawasan Hutan Konservasi dan Hutan Lindung serta mendesak KPK menyelidiki kemungkinan adanya kasus korupsi dalam pemberian izin di kawasan konservasi dan lindung.

Mendesak Dirjen Minerba untuk memperluas kriteria "clear and clean" atau (CnC) dalam kegiatan usaha pertambangan untuk memperhatikan aspek hak asasi manusia, hak-hak sosial ekonomi masyarakat dan perlindungan lingkungan hidup.

Mendesak pejabat penerbit izin untuk mencabut izin-izin pertambangan yang bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, termasuk yang non-CnC (belum menempatkan jaminan reklamasi dan pascatambang) dengan tetap memproses penegakan hukum atas pelanggaran yang dilakukan (pajak, kerusakan lingkungan, dll). Lalu mendesak KPK menyelidiki kemungkinan adanya kasus korupsi pada pemberian IUP yang bermasalah tersebut.

Meminta pemerintah untuk melakukan moratorium dan sekaligus mengkaji seluruh izin-izin pertambangan yang telah diterbitkan agar sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Tim Korsup Minerba KPK dan pemerintah pusat serta pemerintah daerah wajib untuk mempublikasikan izin yang telah dicabut melalui media yang murah dan mudah dijangkau oleh masyarakat agar bisa dilakukan pengawasan setelah pencabutan.

Mendesak pemerintah melakukan fungsi pengawasan dan penegakan hukum secara maksimal untuk memastikan tak ada alih fungsi lahan atau kejahatan di sektor hutan dan lahan dengan melibatkan masyarakat sipil.

Aparat penegak hukum baik di tingkat pusat maupun daerah untuk memperbanyak penanganan dan penyelesaian kasus yang terkait dengan kejahatan dan pelanggaran HAM di sektor mineral dan batubara.

Pemerintah perlu mengembangkan skema blacklist (daftar hitam) dan dipublikasikan ke publik bagi perusahaan dan pemilik usahanya yang melakukan pelanggaran terhadap penggunaan izin dan merugikan negara serta menginformasikan kepada publik dan pihak perbankan.

Meminta Korsup Minerba KPK dan pemerintah mengakomodir aspek keselamatan warga dan lingkungan hidup dalam penertiban, penataan izin dan penegakan hukum.

Mendesak pemerintah untuk memperbaiki mekanisme pengelolaan PNBP yang berpotensi terhadap kehilangan penerimaan negara dari iuran land rent dan royalti termasuk perlu adanya penertiban, sebagai bagian dari optimalisasi penerimaan negara. KPK diminta untuk mengembangkan penyidikan atas temuan dari potensi kerugian negara dari iuran land rent dan royalti.

Pemerintah untuk memperjelas status wilayah pertambangan pasca-pencabutan IUP, harus dipastikan mekanismenya dilakukan secara transparan serta terlebih dahulu dilakukan rehabilitasinya.

ANTARA

Berita terkait

LPDP Buka Beasiswa Prioritas ke NEU, CSU dan UST untuk Bidang Pertambangan

14 jam lalu

LPDP Buka Beasiswa Prioritas ke NEU, CSU dan UST untuk Bidang Pertambangan

Tujuan beasiswa LPDP ini untuk mencetak tenaga kerja untuk memenuhi program hilirisasi industri berbasis tambang mineral di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Hari Bumi dan Hari Kartini, Petani Kendeng Ungkit Kerusakan Karst yang Memicu Banjir

3 hari lalu

Hari Bumi dan Hari Kartini, Petani Kendeng Ungkit Kerusakan Karst yang Memicu Banjir

Kelompak masyarakat peduli Pegunungan Kendeng memgangkat isu kerusakan lingkungan pada Hari Bumi dan Hari Kartini/

Baca Selengkapnya

10 Perusahaan Timah Terbesar di Dunia, Ada PT Timah

5 hari lalu

10 Perusahaan Timah Terbesar di Dunia, Ada PT Timah

Berikut ini deretan perusahaan timah terbesar di dunia berdasarkan jumlah produksinya pada 2023, didominasi oleh pabrik Cina.

Baca Selengkapnya

JATAM Laporkan Menteri Investasi Bahlil ke KPK, Ini Sebabnya

21 hari lalu

JATAM Laporkan Menteri Investasi Bahlil ke KPK, Ini Sebabnya

Jaringan Advokasi Tambang melaporkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, apa penyebabnya?

Baca Selengkapnya

Korupsi Timah: Aturan Rujukan Penghitungan Kerugian Negara Rp 271 Triliun

22 hari lalu

Korupsi Timah: Aturan Rujukan Penghitungan Kerugian Negara Rp 271 Triliun

Kasus dugaan korupsi di PT Timah, yang melibatkan 16 tersangka, diduga merugikan negara sampai Rp271 triliun. Terbesar akibat kerusakan lingkungan.

Baca Selengkapnya

Ramai soal Korupsi Timah Rp 271 Triliun, Begini Fluktuasi Saham TINS dan Analisisnya

22 hari lalu

Ramai soal Korupsi Timah Rp 271 Triliun, Begini Fluktuasi Saham TINS dan Analisisnya

Pergerakan saham PT Timah Tbk. atau TINS terpantau berfluktuatif usai terkuaknya kasus korupsi tata niaga timah di wilayah IUP. Begini analisisnya.

Baca Selengkapnya

Kasus Harvey Moeis Korupsi Timah, Peran Lobi-Lobi hingga Membeli Barang Mewah Miliaran

23 hari lalu

Kasus Harvey Moeis Korupsi Timah, Peran Lobi-Lobi hingga Membeli Barang Mewah Miliaran

Pada Kamis, 4 April 2024, istri Harvey Moeis, selebriti Sandra Dewi mendatangi Kejaksaan Agung untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi

Baca Selengkapnya

Istana Buka Suara soal Luhut Disebut Tak Setuju Revisi PP Minerba Usul Bahlil

24 hari lalu

Istana Buka Suara soal Luhut Disebut Tak Setuju Revisi PP Minerba Usul Bahlil

Menteri Sekretaris Negara Pratikno tak menampik soal posisi Luhut yang tidak setuju.

Baca Selengkapnya

Sengkarut Korupsi Rp 271 Triliun di PT Timah Tbk, Begini Awal Mula Berdiri BUMN Pertambangan Timah

24 hari lalu

Sengkarut Korupsi Rp 271 Triliun di PT Timah Tbk, Begini Awal Mula Berdiri BUMN Pertambangan Timah

PT Timah Tbk terbelit kasus korupsi hingga Rp 271 triliun. Begini profil perusahaan BUMN pertambangan timah yang telah didirikan sejak 1976.

Baca Selengkapnya

Klaim Lakukan Banyak Perbaikan, Bos PT Timah Mengaku Tak Terlibat dalam Kasus Korupsi Rp 271 Triliun

24 hari lalu

Klaim Lakukan Banyak Perbaikan, Bos PT Timah Mengaku Tak Terlibat dalam Kasus Korupsi Rp 271 Triliun

Direktur Utama PT Timah Ahmad Dani Virsal mengaku tak terlibat dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah wilayah IUP perseroan.

Baca Selengkapnya