Sebuah Kapal Ikan berbendera Vietnam ditenggelamkan di Perairan Tarempa, Anambas, Kepulauan Riau, 5 Desember 2014. Penenggelaman kapal tersebut dilakukan dengan cara diletakkan bom oleh tim Kopaska, karena mencuri ikan di perairan Indonesia. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo.
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Agung Kuswandono, mengingatkan salah satu kendala pembuktian jika kapal pencuri ikan langsung ditenggelamkan.
"Kalau barang buktinya hilang, kemudian yang bersangkutan melakukan sue (menggugat) ke kita, bagaimana?" kata Agung di Jakarta, Senin 1 Desember 2014. "Malah terbalik nanti, Bea Cukai dianggap sebagai pihak yang melakukan kriminal."
Pernyataan Agung ini ditulis kembali untuk meluruskan pemberitaan berjudul Risiko jika Jokowi Tenggelamkan Kapal Ilegal. Agung menegaskan tak keberatan dengan keputusan Presiden Joko Widodo, menenggelamkan kapal pencuri ikan. "Semangatnya, saya seneng itu," ujarnya. Namun demikian, Agung mengatakan, harus hati-hati benar dalam penerapannya di lapangan.
Agung mencontohkan, petugas tak bisa sembarangan menembak kapal yang dicurigai melakukan kejahatan di laut, semisal mencuri ikan, menyelundupkan bahan bakar minyak subsidi, atau mengangkut barang ilegal. Meski petugas telah dipersenjatai, dia mengatakan, bisa saja nanti terbalik petugasnya yang diperiksa karena dianggap menembak mereka yang tidak bersenjata. "Padahal mereka menggunakan bom molotov," ujarnya. "Sekarang ini malingpun menggunakan hukum untuk melawan pemerintah," katanya.
Karena itu, Bea Cukai berharap dapat bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam memerangi para pencuri ikan. "Saya sudah kontak dengan Ibu Susi (Menteri Kelautan dan Perikanan), mari kita bekerja sama," ujarnya.
Lagipula, menurut Agung, petugas Bea Cukai juga pernah menangkap kapal-kapal nelayan ilegal di Sulawesi dan Papua. Agung berharap Kementerian Kelautan dan Perikanan dapat berbagi data kapal-kapal mana yang ilegal, agar petugas Bea Cukai dapat menindak mereka.