TEMPO.CO, Jakarta - Rencana penghapusan bea masuk kakao sampai kini belum juga diputuskan. "Masih kita lihat, sekarang pro-kontra masih ada," kata Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi saat dihubungi, Sabtu, 21 Juni 2014.
Menurut Bayu, hal penting untuk dilakukan saat ini adalah meningkatkan produksi kakao di dalam negeri. Produksi dalam negeri yang tinggi, kata Bayu, diharapkan dapat mencukupi kebutuhan industri pengolahan dan otomatis menekan impor biji kakao. "Yang paling penting adalah peningkatan produksi di dalam negeri. Pembebasan bea masuk itu lebih kedua," ujarnya. (Baca:Mentan Setuju Pangkas Bea Masuk Bijih Kakao)
Bagaimana pun, kata Bayu, setelah produksi ditingkatkan pun impor masih akan tetap diperlukan. Sebab, kakao dari luar negeri masih dibutuhkan sebagai campuran untuk menghasilkan tekstur, rasa, dan aroma yang tepat. "Impor masih diperlukan, tapi sebisa mungkin itu sebagai campuran saja, bukan basisnya," kata Bayu. (Baca:Produksi Kakao Nasional Terus Turun)
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) selama tahun 2013, produksi biji kakao Indonesia sebesar 600 ribu ton. Dari jumlah itu, Indonesia masih rutin mengekspor kakao dalam bentuk biji ataupun olahan setengah jadi. Pada 2013, Indonesia mengekspor 188 ribu ton biji kakao, 82 ribu ton cocoa butter, dan 42 ribu ton cocoa paste. (Baca: Bea-Masuk-Kakao-Diusulkan-Nol-Persen)
Wacana penghapusan bea masuk kakao telah berggulir sejak dua bulan lalu. Saat itu, pada awal April 2014, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengusulkan penghapusan bea masuk impor biji kakao dari sebelumnya sebesar 5 persen. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan industri pengolahan di dalam negeri. (Baca:Kakao Indonesia Tak Beraroma Cokelat)
Kementerian Perdagangan Sebut Sektor Penjualan Online Terbanyak Mendapat Keluhan dari Konsumen
14 hari lalu
Kementerian Perdagangan Sebut Sektor Penjualan Online Terbanyak Mendapat Keluhan dari Konsumen
Kementerian Perdagangan menyebut sektor penjualan online paling banyak dilaporkan keluhan konsumen lantaran banyak penipuan. Selain itu, Kemendag telah menutup setidaknya 223 akun yang diindikasi sebagai penipu.