TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menolak rencana pemerintah untuk menaikkan royalti batu bara bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebesar 13,5 persen. (Baca: Tambang Salah Urus, Negara Rugi Rp 6,7 Triliun).
Alasannya, pengusaha pertambangan saat ini masih terbebani oleh penurunan harga batu bara secara signifikan dalam dua tahun terakhir. "Penurunan harga batu bara ini memaksa perusahaan melakukan efisiensi. Tapi kenaikan royalti justru menaikkan beban," kata Ketua APBI Bob Kamandanu di kantornya, Rabu, 19 Maret 2014. (Baca: Alasan Perusahaan Tambang Tak Sepakati Renegosiasi).
Bob mengatakan pada prinsipnya asosiasi pertambangan setuju dengan keinginan pemerintah untuk mendapatkan porsi optimal bagi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari pertambangan. Hanya, pemerintah tidak konsisten karena sebelumnya berniat mengenakan royalti IUP sebesar 5-7 persen untuk mendorong investasi.
Jika pemerintah berencana menaikkan tarif royalti IUP menjadi 13,5 persen, Bob khawatir kebijakan ini mendorong pertambangan ilegal. Menurut dia, pemerintah semestinya meningkatkan pendapatan negara dengan menegakkan hukum dan pengawasan ketat pada praktek pertambangan yang ilegal. (Baca: Banyak Perusahaan Batu Bara Belum Berstatus CNC).
"Masih ada 60-70 juta ton produksi batu bara yang tidak terdata, kami mengimbau pemerintah untuk menangani ini dulu karena mereka ini tidak membayar PNBP, royalti, maupun pajak," ujarnya.
Pemerintah akan menaikkan royalti batu bara melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Royalti batu bara akan diterapkan sebesar 13,5 persen yang berlaku bagi pemegang IUP dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).
Pemerintah sebelumnya menetapkan royalti IUP bervariasi dari 3-7 persen bergantung pada jenis kalori batu bara. Sedangkan pemegang PKP2B sudah berlaku royalti sebesar 13,5 persen. Revisi PP 9 tersebut untuk menyamakan royalti antara PKP2B dan IUP.
AYU PRIMA SANDI
Berita Terpopuler
Media Malaysia Sebut RI Bantu AS Sembunyikan MH370
Wartawan Prancis Bikin Menhan Malaysia Melongo
Komandan Polisi Tewas Ditembak di Mapolda Metro
KPK Sita Rp 400 Juta, Biaya Nikah Putri Rudi
Berita terkait
Indonesia Audit Watch Lapor ke Mahfud Md soal Indikasi Pengemplangan Pajak Pertambangan
13 April 2023
IAW berharap Mahfud Md dapat meneliti 50 perusahaan tambang yang di dalamnya ada modus operandi pajak bermasalah.
Baca SelengkapnyaSri Mulyani Sebut Perekonomian Global Masih Konsisten Melemah
24 September 2019
Sri Mulyani mengatakan data tersebut menyiratkan bahwa sektor pertambangan memang mengalami tekanan yang sangat dalam pada tahun ini.
Baca SelengkapnyaPajak Pertambangan Tumbuh 50 Persen di Semester I
14 Juli 2017
Penerimaan pajak dalam APBN 2017 optimistis dapat dicapai jika pajak pertambangan mengalami pertumbuhan yang siginifikan.
Baca SelengkapnyaESDM Usulkan Tunggakan PNBP Rp 175 Miliar Dihapus
8 Juli 2017
ESDM berencana mengusulkan penghapusan tunggakan Rp 175 Miliar
Baca SelengkapnyaWapres: Pajak dengan Freeport Masih Dinegosiasikan
17 Februari 2017
Pemerintah dan Freeport Indonesia sedang berunding ihwal besaran pajak yang dibayarkan.
Baca SelengkapnyaBea Keluar Freeport dan Newmont Rp 2,5 Triliun di 2016
12 Januari 2017
Untuk bea keluar 2016 Freeport, total Rp 1,23 triliun. Sedangkan Newmont Rp 1,25 triliun.
Baca SelengkapnyaPemerintah Kesulitan Tagih PNBP Sektor Tambang
6 Desember 2016
Triliunan pendapatan negara bukan pajak dari sektor pertambangan tak tertagih.
Baca SelengkapnyaPemerintah Gagal Tagih Piutang Pertambangan Rp 2,5 Triliun
14 Juni 2016
Dalam survei yang dilakukan TII terhadap lapangan usaha yang risiko suapnya paling tinggi, sektor pertambangan menempati urutan kedua.
Baca SelengkapnyaKementerian BUMN Targetkan Royati Tambang Naik Jadi Rp 1,4 Triliun
23 Januari 2016
Kementerian BUMN sedang menyusun pembentukan induk perusahaan tambang.
Baca SelengkapnyaPungutan Pajak Sektor Pertambangan di Jateng Rendah
10 Januari 2016
Kontribusi pajak dari sektor pertambangan di Jawa Tengah, tahun 2015 masih rendah.
Baca Selengkapnya