TEMPO.CO, Jakarta - Pembahasan mengenai suku bunga acuan (BI Rate) direncanakan menjadi salah satu agenda rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang akan digelar hari ini, Kamis, 13 Maret 2014. Beberapa perkembangan kondisi perekonomian nasional dan global yang sedang terjadi tentu saja menjadi pertimbangan otoritas moneter untuk menentukan tingkat BI Rate yang paling relevan.
Analis pasar uang, Lindawati Susanto, mengatakan sebaiknya level BI Rate memang tak mengalami perubahan. Alasannya, dalam situasi fundamental ekonomi dalam negeri yang terus membaik, kenaikan BI Rate justru berpotensi meningkatkan risiko perekonomian. “Kenaikan BI Rate malah akan semakin menghambat aktivitas perekonomian,” ujarnya.
Terlebih, menurut Lindawati, angka inflasi Februari masih sangat terkendali. Laju inflasi yang berada pada level 0,26 persen atau 7,75 persen secara year on year (YoY) jauh lebih rendah dari angka inflasi 2013, yakni 8,38 persen. Atas dasar hal ini, Lindawati kemudian meyakini BI takkan mengubah angka BI Rate. “Bila melihat inflasi, BI sepertinya tak memiliki alasan untuk menaikkan BI Rate,” katanya.
Terkait dengan suku bunga antarbank (Jakarta Interbank Offered Rate/JIBOR) overnight yang meningkat tajam menjadi 5,98 persen, Lindawati menganggap hal itu merupakan hal biasa yang terjadi menjelang pelaksanaan pemilihan umum. Menurut dia, itu tak terkait dengan antisipasi pelaku pasar terhadap kemungkinan kenaikan BI Rate. “Kenaikan JIBOR tak berhubungan dengan ekspektasi penyesuaian BI Rate,” ujar Lindawati.
Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi
2 hari lalu
Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tensi geopolitik di Timur Tengah cenderung meningkat dan menjadi fokus perhatian para pemimpin dunia. Ia menegaskan kondisi ini mempengaruhi beberapa dampak ekonomi secara signifikan.