TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Undang-Undang Telekomunikasi di Mahkamah Konstitusi Jakarta. Ketua APJII Samuel Pangerapan mengatakan pihaknya menganggap ketentuan jenis dan tarif dalam berbagai pungutan tersebut melanggar hak konstitusionalnya.
"Pungutan terhadap penyelenggara jasa telekomunikasi, frekuensi, dan konten bersifat memaksa dan pungutannya diatur ke dalam peraturan pemerintah," katanya di gedung MK, Selasa, 4 Maret 2014. Ia menganggap Kementerian Komunikasi dan Informatika bisa sewenang-wenang menentukan besaran tarif.
Menurut Samuel, jika tarif yang dibebankan terlalu besar, akan berdampak pada kenaikan harga yang dibebankan pada masyarakat. "Ini justru akan menyulitkan upaya membuat Indonesia melek Internet," katanya.
Kuasa hukum APJII, Pradnanda Berbudy, mengatakan pihaknya mengajukan uji materi Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP dan Pasal 16 serta Pasal 26 UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
"Problem yang dihadapi pemohon adalah besaran dan tarif biaya hak penyelenggaraan yang ditentukan sesukanya oleh Kemenkominfo," kata Nanda.
Menurut Nanda, para penyedia jasa Internet telah dikenakan tiga pungutan di luar pajak, yakni penerimaan negara bukan pajak. Seperti pungutan terhadap universal services obligation, biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi, dan biaya hak penggunaan spektrum frekuensi.
Namun, kata dia, hal ini bertentangan dengan Pasal 23A serta Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang salah satunya menyebutkan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.
"Ini maknanya setiap pungutan negara terhadap masyarakat harus melalui perwakilan, kalau selama ini kan tidak, hanya ditentukan Kemenkominfo," ujar Nanda.
Ketua majelis hakim Arief Hidayat menganggap pasal 2 dan pasal 3 bersifat seperti cek kosong. "Memberikan kewenangan pemerintah untuk menentukan tarif sehingga pasal ini tidak memberi kepastian hukum dan rasa keadilan," katanya.
Anggota majelis hakim Patrialis Akbar menimpali bahwa permohonan yang diajukan bersifat kerugian finansial, bukan konstitusional. "Jadi kerugian konstitusionalnya ditekankan. Kalau kerugiannya finansial, MK tidak punya kewenangan mengadili itu," ujar Patrialis.
LINDA TRIANITA
Berita terkait
Yasonna dan Moeldoko Sarankan Masyarakat Judicial Review ke MK
25 September 2019
Masyarakat harus menghargai mekanisme konstitusional karena Indonesia merupakan negara hukum.
Baca SelengkapnyaMenkumham Tak Ambil Pusing RKUHP dan UU KPK Diuji Materi ke MK
19 September 2019
Revisi UU KPK dinilai melemahkan komisi antirasuah , sedangkan RKUHP dipandang memuat pasal bermasalah berwatak kolonial dan mengancam demokrasi.
Baca SelengkapnyaJika Gugatan Masa Jabatan Wapres Dikabulkan, PKB Khawatir Ini
27 Juli 2018
PKB khawatir uji materi tentang masa jabatan wapres justru akan memunculkan rezim otoriter.
Baca SelengkapnyaKoalisi Khawatir Pelanggaran Etik Hakim Pengaruhi Putusan MK
7 Desember 2017
Pencabutan gugatan dilakukan saat uji materi UU MD3 tersebut telah masuk pada tahap penyerahan kesimpulan dan menunggu Rapat Permusyawaratan Hakim.
Baca SelengkapnyaCabut Uji Materi UU MD3, Begini Alasan Busyro Muqoddas
7 Desember 2017
Meski begitu, menurut Busyro Muqaddas, uji materi UU MD3 akan tetap berjalan dengan pemohon yang berbeda.
Baca SelengkapnyaMK Menolak Gugatan Dosen UBK Soal UU Energi Menyekutukan Tuhan
11 Juli 2017
MK tidak menemukan adanya rumusan dalam ketentuan Pasal 1 angka 4 dan 5 UU Energi yang dapat dimaknai sebagai tindakan menyekutukan Allah.
Baca SelengkapnyaTolak Gugatan OC Kaligis, MK: KPK Berhak Angkat Penyidik
9 November 2016
Mahkamah Konstitusi menolak gugatan OC Kaligis atas Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang penyidik KPK.
Baca SelengkapnyaUji Materi Perzinaan di MK, Hakim Ingin Sidang Komprehensif
7 November 2016
Ketua MK Arief Hidayat ingin menyerap semua ahli sebelum memutuskan sidang uji materi pasal perzinaan.
Baca SelengkapnyaKirimi Ahok Tumpeng, Habiburokhman Ingin Menyindir
26 Oktober 2016
Menurut ACTA, Ahok kalah dalam putusan Mahkamah Konstitusi atas
pengajuan uji materiil terhadap Undang-Undang Pilkada.
Tumpeng Ditolak Ahok, Habiburokhman: Enggak Ada Sianida, kok!
26 Oktober 2016
Tumpeng itu sebagai ucapan dari Habiburokhman dan ACTA kepada Ahok
yang akan masuk masa kampanye pilkada DKI.