Pengisian bahan bakar avtur ke pesawat. ANTARA/M Risyal Hidayat
TEMPO.CO , Jakarta - Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Herry Bakti Gumay, mengatakan penetapan tarif surcharge atau tarif tambahan untuk penerbangan domestik adalah kebijakan transisi. “Dalam proses ini kita diskusikan kenaikan tarif batas atas dengan operator penerbangan. Kita kasih dulu transisi dengan tarif surcharge ini supaya operator penerbangan bisa bertahan melaksanakan operasi penerbangan. Kita lihat dalam tiga bulan ini,” kata Herry, Kamis, 13 Februari 2014. (Lihat juga : Tarif Surcharge Harus Tercantum di Tiket)
Dengan penetapan tarif surcharge, kata Herry, kenaikan tarif tiket pesawat hanya 8-9 persen dari ambang atas tarif pesawat sebesar Rp 800 ribu. Kebijakan ini, kata dia, membantu industri penerbangan bertahan di tengah melambungnya harga avtur dan tingginya nilai tukar dolar. Terlebih, masa sekarang merupakan low season sehingga terjadi penurunan jumlah penumpang di maskapai penerbangan.
Tarif surcharge ditetapkan melalui Peraturan Menteri Perhubungan yang masih dalam proses pengundangan di Kementerian Hukum dan HAM. Setelah 14 hari diundangkan, maka peraturan itu berlaku yakni tarif surcharge sebesar Rp 60 ribu per jam dengan jarak tempuh 664 kilometer untuk pesawat jet dan Rp 50 ribu dengan jarak tempuh 348 kilometer untuk pesawat turbo propeller.
Biaya tambahan itu setelah satu jam berikutnya dikalikan 0,95. Sehingga, setiap rute akan mengalami tambahan tarif yang berbeda. Sementara, tarif batas atas yang berlaku tetap mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2010. Kementerian Perhubungan tengah merencanakan perubahan tarif batas atas namun masih perlu mendiskusikan dengan berbagai pihak termasuk pelaku industri penerbangan.
Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI) atau AirNav Indonesia, menerima kunjungan kerja Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Maria Kristi Endah Murni.