TEMPO.CO, Banyuwangi - Perajin tempe dan tahu di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, beralih ke kedelai lokal menyusul mahalnya kedelai impor. Mereka juga terpaksa mengurangi produksi dan menyusutkan ukuran agar tetap bertahan.
Muhammad Busairi, 48 tahun, perajin tempe di Kelurahan Pengantigan, mengatakan kedelai impor naik dari Rp 7.200 menjadi Rp 9.200 per kilogram. Sedangkan harga kedelai lokal Rp 7.200 per kilogram. Ia mengaku terpaksa menggunakan kedelai lokal yang kualitasnya dinilai lebih rendah. "Lebih cepat busuk," kata Busairi, Senin, 26 Agustus 2013.
Busairi mengurangi produksi dari 110 kilogram menjadi 65 kilogram. Ukuran tempe yang semula panjangnya 14 sentimeter juga diperkecil 11 sentimeter. Sedangkan harga tempe tetap Rp 5 ribu per potong. "Kalau harga dinaikkan, tak laku."
Perajin tahu, Muhammad Yusuf, memilih mencampur bahan baku antara kedelai impor dan lokal. Dari 80 kilogram produksinya, Yusuf menggunakan 50 kilogram kedelai lokal dan 30 kilogram kedelai impor. Dia mengeluhkan harga kedelai impor yang naik dari Rp 7.500 kg menjadi Rp 8.900 kg. "Kalau tetap pakai impor, kami bisa rugi," katanya.
Yusuf mengatakan harga kedelai impor semakin mahal setelah Lebaran. Dia khawatir harga akan terus naik dan mengancam kelangsungan usaha perajin tempe dan tahu.