Pengamat: Waspadai Inflasi karena Pelemahan Rupiah

Minggu, 27 Januari 2013 19:30 WIB

Uang rupiah. TEMPO/Eko Siswono Toyudho

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Bank OCBC, Gundy Cahyadi melihat rupiah tetap akan melemah terhadap dolar AS. Hal ini perlu diwaspadai agar tak berjalan terlalu lama. "Kelemahan yang terlalu berlebih bisa berakibat cukup bahaya, apalagi kalau menyangkut prospek inflasi jangka medium dan juga prospek investasi dalam negeri," ujar Gundy dalam keterangan persnya kemarin.

Meski lemah, Gundy menilai kecil kemungkinan rupiah bisa tembus sampai Rp 10.000 per dolar. "Kecuali kita menyaksikan adanya guncangan di pasar finansial dunia sekali lagi,"

Adapun pelemahan rupiah pada pekan kedua Januari, dijelaskan Gundy terjadi akibat pasar panik setelah berkembangnya komentar negatif terkait prospek neraca pembayaran Indonesia.

Seperti diketahui, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) surplus tipis pada triwulan III 2012. Menurut catatan BI, NPI berbalik dari defisit US$ 2,8 miliar pada triwulan II 2012 menjadi surplus US$ 0,8 miliar pada triwulan III 2012. Hal ini terjadi karena defisit transaksi berjalan membaik mulai kuartal III 2012. Surplus disokong membaiknya defisit transaksi berjalan dari US$ 7,7 miliar atau -3,5 persen dari PDB pada triwulan II 2012 menjadi US$ 5,3 miliar atau -2,4 persen dari PDB pada triwulan III 2012. Selain itu, surplus NPI juga disokong surplus pada transaksi modal dan finansial yang mencapai US$ 6 miliar pada triwulan III 2012 dari sebelumnya US$ 5,1 miliar pada triwulan II 2012.

Gundy membenarkan buruknya kinerja neraca pembayaran Indonesia masih berlanjut lantaran kinerja ekspor belum pulih. "Tidak ada faktor yang bisa mendorong rupiah menguat signifikan dalam waktu dekat," katanya. Meski begitu, ia melihat ada potensi penguatan di akhir tahun. "Kami masih melihat kemungkinan USDIDR kembali ke 9400an di akhir tahun dikarenakan antisipasi bahwa pertumbuhan ekspor akan membaik di Semester II tahun ini," ujarnya.

Deputi Gubernur Bank Indonesia, Hartadi A. Sarwono menjelaskan, surplus pada NPI memang tak lantas membuat rupiah menguat. Hal ini karena surplus banyak disokong Investasi Asing Langsung (Foreign Direct Investment/FDI) non-cash.

"FDI itu mungkin sekitar 75-80 persennya dalam bentuk in kind. Artinya dalam bentuk barang maupun jasa. Jasa itu misalnya FDI ada jasa konsultannya, itunya. Jadi hanya sedikit dalam bentuk cash sehingga defisit ekspor impor itu hanya sebagian yang ditutup dalam bentuk cash di pasar," ucapnya di Bank Indonesia, kemarin.

Menurut Hartadi, untuk menyeimbangkan supply dan demand valuta asing di pasar, BI harus berani intervensi. "Kami lihat sekarang jumlahnya berapa, kalau keperluan impor migasnya besar, kami akan masuk lebih banyak ke sana. Jadi tidak ada instrumen yang berubah, hanya jumlah dan timing. Timing and quantity yang tepat," ucapnya.

Menurut data kurs tengah rupiah, pekan ini, rupiah diperdagangkan dibuka di level Rp 9.685 per dolar AS pada Senin, 21 Januari 2012 dan menguat ke level Rp 9.643 per dolar AS pada penutupan perdagangan, Jumat, 25 Januari 2013.

Adapun ihwal inflasi, Menteri Keuangan Agus Martowardojo memperkirakan bisa mendekati 1 persen pada Januari. Salah satu dorongan terbesar berasal dari naiknya harga kebutuhan pokok akibat terganggunya distribusi terkait banjir.

MARTHA THERTINA

Berita terkait

BI Beberkan Langkah Sinergi Pengendalian Inflasi

1 jam lalu

BI Beberkan Langkah Sinergi Pengendalian Inflasi

Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menyatakan pihaknya terus memperkuat sinergi dan mendukung upaya pengendalian inflasi daerah.

Baca Selengkapnya

BI Laporkan Harga Properti Residensial Triwulan I Naik 1,89 Persen

18 jam lalu

BI Laporkan Harga Properti Residensial Triwulan I Naik 1,89 Persen

Survei BI mengindikasikan harga properti residensial di pasar primer triwulan I 2024 tetap naik, tecermin dari pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial triwulan I 2024 sebesar 1,89 persen

Baca Selengkapnya

6 Penyebab Rupiah Melemah, Ini Pemicu dari Faktor Domestik dan Global

22 jam lalu

6 Penyebab Rupiah Melemah, Ini Pemicu dari Faktor Domestik dan Global

Rupiah melemah dipengaruhi oleh berbagai faktor global dan domestik, apa saja?

Baca Selengkapnya

Survei Bank Indonesia: Keyakinan Konsumen terhadap Kondisi Ekonomi Meningkat

3 hari lalu

Survei Bank Indonesia: Keyakinan Konsumen terhadap Kondisi Ekonomi Meningkat

Survei Konsumen Bank Indonesia atau BI pada April 2024 mengindikasikan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi meningkat.

Baca Selengkapnya

Perkuat Transaksi Mata Uang Lokal, BI dan Bank Sentral UEA Jalin Kerja Sama

5 hari lalu

Perkuat Transaksi Mata Uang Lokal, BI dan Bank Sentral UEA Jalin Kerja Sama

Gubernur BI dan Gubernur Bank Sentral UEA menyepakati kerja sama penggunaan mata uang lokal untuk transaksi bilateral.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Deretan Masalah Program Pendidikan Dokter Spesialis Gratis hingga Lowongan Kerja BTN

7 hari lalu

Terpopuler: Deretan Masalah Program Pendidikan Dokter Spesialis Gratis hingga Lowongan Kerja BTN

Berita terpopuler ekonomi dan bisnis pada Kamis, 9 Mei 2024, dimulai dari deretan masalah dari Program Pendidikan Dokter Spesialis Gratis atau PPDS.

Baca Selengkapnya

Ramai di X Bayar Tunai Ditolak Kasir, BI Buka Suara

8 hari lalu

Ramai di X Bayar Tunai Ditolak Kasir, BI Buka Suara

Bank Indonesia mendorong aktivitas bayar tunai, namun BI mengimbau agar merchant tetap bisa menerima dan melayani pembayaran tunai

Baca Selengkapnya

Aliran Modal Asing Rp 19,77 T, Terpengaruh Kenaikan BI Rate dan SRBI

8 hari lalu

Aliran Modal Asing Rp 19,77 T, Terpengaruh Kenaikan BI Rate dan SRBI

Kenaikan suku bunga acuan atau BI rate menarik aliran modal asing masuk ke Indonesia.

Baca Selengkapnya

Bank Danamon Belum Berencana Naikkan Suku Bunga KPR

8 hari lalu

Bank Danamon Belum Berencana Naikkan Suku Bunga KPR

Bank Danamon Indonesia belum berencana menaikkan suku bunga KPR meski suku bunga acuan BI naik menjadi 6,25 persen

Baca Selengkapnya

Cadangan Devisa RI Akhir April 2024 Anjlok Menjadi USD 136,2 Miliar

9 hari lalu

Cadangan Devisa RI Akhir April 2024 Anjlok Menjadi USD 136,2 Miliar

Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Baca Selengkapnya