SP Indosat Anggap Industri Telekomuniksi Terancam
Editor
Setiawan Adiwijaya
Senin, 14 Januari 2013 11:42 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Pekerja Indosat mensinyalir ada skenario yang dipaksakan untuk mengkriminalkan industri telekomunikasi nasional dengan dalih tindak pidana korupsi. Hal ini menyusul penetapan Indosat dan IM2 sebagai tersangka dalam kasus penyelewengan penggunaan jaringan frekuensi radio 2,1 GHz/3G generasi ketiga.
Presiden Serikat Pekerja Indosat Yoan Hardi mengatakan, dengan keputusan tersebut, ada ancaman serius dan berdampak luas terhadap keberlangsungan bisnis telekomunikasi di Indonesia. Termasuk di dalamnya adalah adanya pembatasan kebebasan rakyat sebagai pengguna jasa telekomunikasi untuk dapat mengakses dunia maya.
"Kami merasakan ketidaknyamanan akibat tidak adanya kepastian hukum di Indonesia, khususnya di dunia telekomunikasi, yang akan sangat mempengaruhi iklim investasi di Indonesia," kata Yoan dalam keterangan persnya, di Jakarta, Senin, 14 Januari 2013.
Mantan Presiden Direktur PT Indosat Tbk Jhony Swandy Sjam ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung. Kejaksaan lebih dulu menetapkan mantan Direktur Utama PT IM2 Indar Atmanto. Keduanya diduga terlibat penyelewengan penggunaan jaringan frekuensi radio 2,1 GHz/3G generasi ketiga oleh PT Indosat dan anak perusahaannya, PT IM2. Akibatnya, negara disinyalir mengalami kerugian hingga Rp 1,3 triliun.
Menurut Yoan, kasus ini akan berdampak menyeluruh terhadap pembangunan ekonomi Indonesia. "Kami mengkhawatirkan dampak dari kasus ini terhadap kehidupan dan kesejahteraan karyawan operator telekomunikasi," katanya.
Dampak juga akan terasa bagi karyawan jasa telekomunikasi, termasuk Internet, karyawan manufaktur perangkat telekomunikasi, karyawan kontraktor, supplier, diler, dan outlet. Seluruh karyawan perusahaan yang bergerak dalam industri telekomunikasi Indonesia yang jumlahnya puluhan juta, termasuk keluarga mereka, pun akan merasakan dampaknya.
Karena, itulah, Yoan menambahkan, Serikat Pekerja Indosat mengimbau semua pihak yang berpolemik untuk menghentikan segala bentuk pemaksaan kehendak dan arogansi instansi. "Demi kebaikan masyarakat luas, keadilan, kesejahteraan, keamanan, dan kelancaran pembangunan ekonomi Indonesia," katanya.
ROSALINA