2012, Ekspor Tekstil Turun 5 Persen
Editor
Amandra Mustika Megarani
Selasa, 8 Januari 2013 17:38 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil tahun 2012 jauh dari harapan. Nilai ekspor tekstil yang sejak 2010 mengalami tren kenaikan yang signifikan diproyeksikan turun sepanjang tahun lalu. “Hingga Agustus saja, ekspor sudah turun 5 persen,” kata Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Ade Sudrajat, dalam paparan kinerja akhir tahun dan proyeksi 2013 di kantornya, Selasa, 8 Januari 2013.
Penurunan ekspor pada 2012 memutus tren peningkatan ekspor yang terjadi sejak 2010. Pada 2010, ekspor tekstil dan produk tekstil mencapai US$ 11,2 miliar, sementara pada 2011 nilai ekspor kembali naik menjadi US$ 13,3 miliar. Penurunan ekspor 2012, kata dia, dipicu oleh masalah domestik seperti kebijakan pemerintah soal kenaikan upah buruh, tarif dasar listrik, dan gas.
API menilai pengusaha tekstil harus bersaing ketat dengan produk impor. Namun di saat yang bersamaan, mereka harus menyesuaikan diri dengan kebijakan pemerintah yang memberatkan. "Ini menjadi hambatan pertumbuhan investasi dan ekspor," katanya.
API mengatakan neraca perdagangan luar negeri sektor tekstil masih surplus US$5 miliar. Namun, kata dia, ada tendensi nilai surplus semakin lama akan semakin mengecil karena pasar domestik lebih banyak diisi oleh produk impor. "Jadi, domestik kita makin tahun makin kecil karena cost yang timbul di industri domestik meningkat, sementara di luar negeri cost tidak meningkat," katanya.
API menargetkan ekspor tekstil dan produk tekstil tumbuh 6 persen pada 2013. "Ekspor ditargetkan naik menjadi US$ 13,4 miliar, naik 6 persen dibandingkan 2012 yang mencapai US$ 12,6 miliar," katanya. Asosiasi yakin pemulihan ekonomi Amerika Serikat yang merupakan pasar terbesar tekstil dan produk tekstil Indonesia akan membuat target terealisasi. Menurut dia, situasi politik dan ekonomi di negara adidaya ini membaik dengan tercapainya kesepahaman antara partai Republik dan Demokrat soal anggaran. "Ini akan menciptakan stabilitas jangka panjang, confidence Amerika luar biasa," katanya.
Tahun ini, Amerika Serikat dan Uni Eropa akan tetap menjadi pasar utama tekstil dan produk tekstil Indonesia. Ade menilai kawasan lain seperti Timur Tengah atau Afrika memang bisa menjadi potensi pasar tekstil Indonesia. "Tapi buying power mereka kecil, buyimg power Amerika dan Uni Eropa masih kuat. Industri kita kuat untuk Uni Eropa, AS, dan Jepang," katanya.
Walau terhambat masalah upah buruh, API optimis akan perkembangan industri tekstil Indonesia. Ade memprediksi dalam 10 tahun ke depan Cina akan menjadi sasaran pasar Indonesia. "Dalam 10 tahun, Indonesia akan menguasai 8 persen pasar dunia," katanya.
ANANDA TERESIA