TEMPO Interaktif, Jakarta:Pemerintah tak mengkhawatirkan penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang terus merosot mencapai Rp 9.300 per dolar hari ini. "Ini kan gejala global, di seluruh dunia nilai tukarnya juga menurun, Anda jangan hanya lihat Indonesia saja," kata Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti usai berbicara dalam lokakarya Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) di Jakarta, Selasa (25/5).Penurunan nilai rupiah, kata Dorodjatun, salah satunya dipicu oleh naiknya harga minyak mentah dunia yang menyentuh angka US$ 41,7 per barel. Akibatnya, semua orang khawatir atas inflasi di seluruh dunia. Biasanya, ujar Dorodjatun, setiap pemerintah melakukan tindakan mengerem laju inflasi dengan menaikkan tingkat suku bunga. "Sekarang kita tunggu Amerika Serikat, ini bukan faktor domestik," katanya.Cadangan devisa yang cukup besar yang mencapai US$ 37 miliar, katanya, cukup membuat pemerintah tenang dengan gejolak nilai tukar seperti sekarang. Selain itu, kata Dorodjatun, pemerintah akan tetap menjalankan kebijakan fiskal sesuai rambu-rambu yang sudah tercantum dalam APBN 2004.Namun, pemerintah tidak akan menekan Bank Indonesia untuk melakukan intervensi agar rupiah kembali ke nilai semula. "Wah, saya bisa dihukum Rp 2 miliar dan dipenjara dua tahun (kalau intervensi BI)," kata Dorodjatun.Optimisme pergolakan rupiah tak akan mengganggu ekonomi juga datang dari Menteri Keuangan Boediono. Usai mengumumkan hasil lelang obligasi di Jakarta, Boediono yakin jika penguatan dolar terhadap rupiah hanya akan berlangsung sementara. "Dalam jangka menengah justru akan turun lagi," ujarnya seraya menambahkan ramalan itu atas penilaian sebagai pribadi.Alasan Boediono, saat ini Amerika sedang dilanda defisit ganda dalam anggaran dan neraca perdagangannya. Dalam situasi seperti itu, hal yang paling mungkin adalah menaikkan suku bunga atau menurunkan nilai dolar atau kombinasi keduanya. "Itu logika jangka menengahnya," katanya.Bagja Hidayat - Tempo News Room