Yield Obligasi Jerman Sedikit Naik

Reporter

Editor

Rabu, 20 Juni 2012 19:48 WIB

Patung mata uang Eropa, Euro, di depan Bank Sentral Eropa (ECB), Frankfurt, Jerman, September 2007 silam. AP/Bernd Kammerer

TEMPO.CO, Frankfurt - Biaya pinjaman pemerintah Jerman sedikit naik dalam lelang obligasi dengan tenor dua tahun yang berlangsung hari ini. Hal ini mengindikasikan bahwa obligasi telah kehilangan daya tarik sebagai tempat yang aman seiring berlarutnya krisis fiskal di zona Eropa.

Namun, analis mengatakan bahwa keraguan atas kemampuan pemerintah Yunani dan Spanyol dimasa depan untuk membayar utangnya membuat obligasi pemerintah Jerman masih akan menjadi safe haven di Eropa sehingga harganya tidak akan jatuh secara signifikan.

Target dalam lelang obligasi kali ini senilai 5 miliar (6,3 miliar dolar AS) yang akan jatuh tempo tahun 2014 dengan bunga 0 persen. Menurut data dari Schatz, obilgasi yang terjual 4,005 miliar euro dari penawaran yang masuk sebesar 7,595 miliar euro, dengan rata – rata imbal hasil (yield) 0,1 persen, naik dari level terendahnya dalam dua tahun terakhir sebesar 0,07 persen yang dicapai pada lelang 23 Mei lalu.

Ini merupakan pertama kalinya obligasi pemerintah Jerman tidak melakukan pembayaran bunga yang terjadwal, karena lelang ini dirancang untuk menarik investor hingga akhir periode investasi.

Bundesbank, yang merupakan pelaksana penjualan utang pemerintah federal Jerman menahan sekitar 19,9 persen dari keseluruhan nilai obligasi. Penahanan (retensi) obligasi untuk menjaga harga obligasi seperti ini sudah biasa dalam lelang di Jerman.

Tingkat retensi obligasi yang rendah memberikan sinyal bahwa lelang surat utang itu diterima pasar. Tingkat retensi obligasi Jerman telah berada diatas 8,9 persen sejak lelang bulan Mei lalu.

Ahli strategi pendapatan tetap dari Charles Schwab, Kathy Jones mengatakan, bahwa pasar saat ini mencari tempat yang aman, baik di Jerman maupun negara – negara Skandinavia. “Tampaknya obligasi Jerman masih akan populer untuk waktu yang cukup lama.”

“Ini bukan masalah soal imbal hasil yang lebih tinggi, tetapi banyak para investor yang ingin memiliki tempat yang aman untuk memarkirkan dananya dipasar yang aman dan likuid,” kata Jones.

Charles Schwab, banyak menasehati para kliennya untuk sementara menghindari kawasan Eropa, karena mereka percaya risiko berinvestasi di benua biru sangat berisiko dibandingan dengan berinvestasi dalam mata uang dolar AS yang dianggap sebagai safe haven.

Dalam lelang obligasi Denmark (bukan annggota Uni Eropa), Selasa kemarin, para investor rela menerima yield -0,08 persen, imbal hasil negatif ini untuk pertama kalinya untuk obligasi non-inflasi link. Hal ini mengindikasikan betapa investor saat ini mencari tempat yang aman diluar Uni Eropa.

analis dari Citi mengatakan, mereka percaya bahwa imbal hasil di zona Eropa akan turun dan mencari posisi terendah baru karena tidak ada kemajuan yang jelas. “Dan akhirnya imbal hasil surat utang Jerman juga bisa bergerak ke level negatif,” tuturnya.

MARKETWATCH / VIVA B. KUSNANDAR

Berita terkait

CIMB Niaga Dorong Masyarakat Giat Investasi dengan Dana Mulai Rp 10 Ribu

32 hari lalu

CIMB Niaga Dorong Masyarakat Giat Investasi dengan Dana Mulai Rp 10 Ribu

CIMB Niaga mendorong masyarakat untuk giat berinvestasi, salah satunya dengan menempatkan dana dengan nominal paling terjangkau mulai dari Rp 10 ribu.

Baca Selengkapnya

BRI Tawarkan ORI025, Pilihan Aman Bagi Investor Lama dan Pemula

3 Februari 2024

BRI Tawarkan ORI025, Pilihan Aman Bagi Investor Lama dan Pemula

ORI025 menggunakan jenis kupon tetap atau fixed rate

Baca Selengkapnya

DBS Ungkap Peluang Investasi Kuartal I 2024, Obligasi Sangat Menjanjikan

24 Januari 2024

DBS Ungkap Peluang Investasi Kuartal I 2024, Obligasi Sangat Menjanjikan

DBS Group Research memproyeksikan investasi aset-aset yang berisiko lebih menjanjikan. Obligasi korporasi dengan peringkat A atau BBB yang terbaik.

Baca Selengkapnya

Tertinggi Setelah Vietnam, Pasar Saham RI Menguat 2,71 Persen pada Desember 2023

9 Januari 2024

Tertinggi Setelah Vietnam, Pasar Saham RI Menguat 2,71 Persen pada Desember 2023

OJK optimistis industri pasar modal Indonesia masih tumbuh luas untuk semakin memberikan kontribusi optimal bagi perekonomian nasional.

Baca Selengkapnya

Dana Pihak Ketiga Perbankan Rendah, Ekonom Sebut Milenial Lebih Suka Simpan Duit di Saham

29 Desember 2023

Dana Pihak Ketiga Perbankan Rendah, Ekonom Sebut Milenial Lebih Suka Simpan Duit di Saham

Ekonom senior Indef Aviliani mengatakan pertumbuhan dana pihak ketiga perbankan hanya 4 persen.

Baca Selengkapnya

Kreditur Obligasi Waskita Karya Belum Setuju Skema Restrukturisasi, Ini Kata Stafsus Erick Thohir

19 Desember 2023

Kreditur Obligasi Waskita Karya Belum Setuju Skema Restrukturisasi, Ini Kata Stafsus Erick Thohir

Stafsus Erick Thohir menanggapi kreditur obligasi Waskita Karya yang belum menyetujui skema restrukturisasi.

Baca Selengkapnya

Obligasi dan Sukuk untuk Pembiayaan IKN Nusantara

14 Desember 2023

Obligasi dan Sukuk untuk Pembiayaan IKN Nusantara

Ruang bagi Otorita IKN Nusantara menerbitkan obligasi dan sukuk sudah terbuka dengan adanya klausul dalam revisi UU IKN Nusantara.

Baca Selengkapnya

Obligasi Waskita Karya Terancam Masalah Keuangan, Asosiasi Asuransi Bicara Tata Kelola Investasi

30 November 2023

Obligasi Waskita Karya Terancam Masalah Keuangan, Asosiasi Asuransi Bicara Tata Kelola Investasi

Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon menjelaskan bahwa pengurus AAJI selalu menyampaikan prinsip kehati-hatian dalam tata kelola investasi kepada anggotanya.

Baca Selengkapnya

Bos AAJI Buka Suara soal Obligasi Industri Asuransi di Waskita Karya yang Terancam Masalah Keuangan

30 November 2023

Bos AAJI Buka Suara soal Obligasi Industri Asuransi di Waskita Karya yang Terancam Masalah Keuangan

Waskita Karya mengalami masalah keuangan yakni gagal bayar bunga dan pelunasan obligasi perseroan.

Baca Selengkapnya

Ternyata Ini Alasan Saham Waskita Karya Terancam Delisting dari Bursa

28 November 2023

Ternyata Ini Alasan Saham Waskita Karya Terancam Delisting dari Bursa

PT Waskita Karya (Persero) Tbk. berpotensi bakal delisting saham dari BEI karena beberapa alasan. Apa saja penyebabnya?

Baca Selengkapnya