TEMPO Interaktif, Jakarta: Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Kwik Kian Gie menekankan agar pemerintah tidak memilih orang yang akan memimpin lembaga pengganti Badan Penyehatan Perbankan Nasional yang berasal dari BPPN sendiri. "Ini resepnya agar pekerjannya tuntas," katanya di Jakarta, Jumat (27/2).Menurut Kwik, ketidakberhasilan BPPN mengembalikan ongkos krisis yang sudah dikeluarkan negara untuk menyehatkan bank yang kolaps tidak lepas dari adanya unsur korupsi, dan kolusi serta nepotisme di kalangan orang BPPN sendiri. Dari dana yang dikucurkan sebesar Rp 430 triliun oleh negara, BPPN hanya mampu mengembalikan 28 persennya saja. "Karena itu yang mimpin lembaga penggantinya harus orang bersih," tegasnya.Kwik menilai pembubaran BPPN hari ini merupakan langkah yang tepat ditempuh pemerintah. Pasalnya, lembaga yang dibentuk pada 1999 itu memang direncanakan hanya berfungsi sementara waktu saja. Saat pembentukan, pemerintah berharap BPPN bisa kembali menyehatkan bank dan menuntaskan persoalan yang melilit bank-bank sakit itu. "Nyatanya pekerjaannya tidak tuntas," katanya.Untuk itu pemerintah kemudian mendirikan Perusahaa Pengelola Aset Negara yang akan menggantikan fungsi BPPN dalam menyelesaikan aset-aset pemilik bank yang kini dikuasai pemerintah. Pembentukan PPAN, menurutnya, hanya mencerminkan tidak selesainya kerja BPPN selama lima tahun. Menurutnya, jumlah eks karyawan BPPN yang tetap dipekerjakan ke lembaga penggantinya tidak menjadi masalah. Soalnya, para karyawan itu yang mengetahui aset-aset yang dilimpahkan dari BPPN. Jika merekrut orang baru, katanya, harus belajar dari awal lagi untuk mengetahui ratusan triliun rupiah aset yang punya sejarah rumit itu. "Cuma harus ada syaratnya, yaitu, sifat korupnya jangan dibawa," ujarnya.Ia mengakui jika karyawan BPPN punya keahlian dan pengetahuan pengelolaan aset. Namun, ada satu ciri yang melekat dalam karyawan BPPN, yakni mental korup. "Sekarang bagaimana mengontrol dan mencegah mental korup itu," katanya. Bagja Hidayat - Tempo News Room