TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat mendukung rencana pemerintah memperketat regulasi dan supervisi terhadap praktek shadow banking (bank bayangan).
"Praktek shadow banking memang harus diregulasi dan disupervisi secara ketat dan rumit. Ini merupakan pengalaman berharga dari krisis dunia," kata anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat, Kemal Azis Stamboel, melalui keterangan tertulis kepada Tempo, Selasa, 17 Januari 2012.
Menurut Kemal, regulasi dan supervisi yang ketat sangat penting untuk mengurangi risiko krisis yang diakibatkan kelemahan dan potensi kejahatan yang dapat timbul dari praktek shadow banking.
"Praktek shadow banking di Indonesia yang perlu dikelola dengan baik, di antaranya adalah perkembangan pesat kredit multifinance, inovasi produk dari perusahaan sekuritas, dan besarnya jumlah lembaga keuangan mikro," ujarnya.
Seperti diketahui, Menteri Keuangan Agus Martowardojo telah menyetujui rencana pengetatan aturan shadow banking atau lembaga pembiayaan nonbank agar masyarakat terhindar dari risiko krisis. Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution juga mengkhawatirkan dampak penetrasi shadow banking terhadap stabilitas sistem keuangan Indonesia.
Bank sentral mengaku membutuhkan koordinasi khusus dengan pemerintah untuk mengatur dan mengawasi shadow banking tersebut. Tekanan dan penetrasi shadow banking, menurut Darmin, dapat mengakibatkan munculnya krisis keuangan.
Saat ini, ucap Kemal, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan memiliki peran penting dalam mengatur shadow banking agar tidak menimbulkan masalah. "Pertumbuhan kredit dari perusahaan pembiayaan atau multifinance yang sangat pesat harus terus diwaspadai agar tetap sehat," kata dia.
Selain itu, inovasi produk keuangan dari perusahaan sekuritas atau hedge fund juga harus ditinjau ulang secara hati-hati. "Dan Bapepam-LK berperan penting saat ini sebelum nanti dipindahkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," ujar Kemal.
Kemal menyatakan peran OJK ke depan menjadi sangat penting dengan diberlakukannya integrasi dan pengawasan sektor keuangan di OJK. Di sisi lain, OJK diharapkan dapat memberikan regulasi dan supervisi yang terintegrasi.
Menurut dia, OJK harus menjadi institusi regulator dan pengawas sektor keuangan yang kuat, termasuk terhadap praktik-praktik shadow banking. "OJK diharapkan dapat melindungi nasabah dan publik secara luas," kata Kemal.
Dengan integrasi dan pengawasan di OJK, ujar Kemal, celah regulasi yang selama ini berbeda antara perbankan dan lembaga keuangan non bank dapat diminimalkan. Celah yang dimaksud antara lain jika ada nasabah yang ingin mengajukan kredit di bank dan cenderung sulit, sedangkan jika ke multifinance lebih mudah.
Menurut Kemal, kredit ke multifinance cenderung lebih mudah dan hal ini menyebabkan semakin besarnya kredit di lembaga itu serta potensi macetnya yang juga besar. Meski saat ini belum berbahaya, jika skalanya semakin besar maka dalam jangka panjang akan berbahaya dan dapat menimbulkan ledakan pemicu krisis. "Ini nanti yang perlu ditata oleh OJK ke depannya," katanya.
PRIHANDOKO
Berita terkait
NPL ke Level 1,36 Persen, Berikut Strategi Bank Mandiri
27 November 2023
Direktur Manajemen Risiko PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), Ahmad Siddik Badruddin, memprediksi kualitas kredit terjaga hingga akhir 2023 dan stabil pada 2024 mendatang.
Baca SelengkapnyaLPS: Awal 2023, Kinerja Perbankan Stabil dan Likuiditas Memadai
28 Februari 2023
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa menyebut kinerja perbankan tetap stabil di awal 2023.
Baca SelengkapnyaOJK Terbitkan Dua Peraturan Baru, Aturan Perbankan dan Perusahaan Pialang Asuransi
11 Januari 2023
OJK menerbitkan dua peraturan baru tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dan Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pialang Asuransi.
Baca SelengkapnyaOJK Rilis Aturan Baru Batas Maksimum Kredit BPR dan BPRS, Berapa ?
9 Desember 2022
OJK menerbitkan aturan tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit BPR dan BPR Syariah
Baca SelengkapnyaPuluhan Bank Terancam Downgrade Jadi BPR, Mengenal Istilah Kurang Modal di Perbankan
13 September 2022
Terhitung maksimal hingga Desember 2022 mendatang, puluhan bank terancam mengalami downgrade jadi BPR tersebab aturan dari OJK. Apa itu kurang modal?
Baca SelengkapnyaDowngrade 24 Bank Jadi BPR karena Kurang Modal, OJK: Belum Final, Masih Dibicarakan
6 September 2022
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan ketentuan pemenuhan modal Rp3 triliun tidak akan berubah.
Baca SelengkapnyaSebut Digitalisasi Sejak 2015, Perbanas: Kecepatan Adopsi Meledak karena Pandemi
14 Februari 2022
Kartika Wirjoatmodjo mengatakan pandemi COVID-19 membawa dampak terhadap meledaknya kecepatan adopsi teknologi digital
Baca SelengkapnyaPemerintah Meminta DPR Setujui Perpu Akses Keuangan
18 Juli 2017
Persetujuan Perpu Akses Informasi diperlukan untuk memenuhi
persyaratan penerapan automatic exchange of information (AEoI) pada September 2018.
Transfer Antar Bank Semakin Murah dengan National Payment Gateway
7 Juli 2017
Dalam National Payment Gateway, biaya transaksi tarik tunai maupun transfer antar
bank ke depan dapat lebih rendah daripada saat ini.
Kebijakan Sri Mulyani Intip Rekening Bank Bikin Resah Pengusaha
7 Juni 2017
Asosiasi pengusaha UKM khawatir dengan kebijakan Sri Mulyani mengintip rekening bank Rp 200 juta.
Baca Selengkapnya