Ratusan pekerja melakukan proses pengerjaan tas di Bandung, Jawa Barat,(10/4). Produk Tas tersebut selain untuk dipasarkan ke sejumlah kota di Indonesia juga di ekspor ke beberapa negara tetangga. ANTARA/Rezza Estily
TEMPO Interaktif, Jakarta - Pelaku industri dalam negeri mengaku sepakat langkah pemerintah untuk melakukan diversifikasi pasar ekspor sebagai upaya mengurangi dampak krisis global pada ekspor produk Indonesia. "Kami sepakat dengan upaya diversifikasi itu," ujar Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Ernovian G. Ismy, Kamis, 29 September 2011.
Namun para pengusaha membutuhkan bantuan pemerintah untuk memperluas pasar ekspor itu. “Kami butuh pemerintah untuk memfasilitasi upaya tersebut. Karena tanpa preferensi dari pemerintah, kami akan susah masuk ke pasar baru," katanya.
Khusus untuk Afrika yang termasuk pasar baru bagi industri tekstil Indonesia, kata dia, para pengusaha masih perlu mendalami persis potensi pasar dan karakteristiknya.
Industri tekstil juga belum akan melepaskan Eropa dan Amerika Serikat sebagai target ekspor utama. "Uni Eropa dan Amerika termasuk pasar utama kami selain Jepang, persentase ekspor ke Uni Eropa mencapai 18 persen dari total ekspor kami, sedangkan Amerika 36 persen," katanya.
Bahkan hingga saat ini, ekspor tekstil ke Amerika dan Eropa belum terpengaruh krisis global. "Penjualan kami ke sana masih normal hingga sekarang," tegasnya. Diprediksi hingga akhir tahun nanti, nilai ekspor tekstil Indonesia bisa mencapai US$ 12,2 miliar.
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu memprediksi ekspor Indonesia berpotensi turun akibat imbas krisis global. Pemerintah mengaku telah menyiapkan sejumlah langkah. Pasar di luar Asia yang dibidik saat ini, antara lain Rusia dan kawasan Afrika. Adapun Afrika dipilih karena memiliki banyak negara yang perekonomiannya tumbuh dan memiliki banyak sumber daya alam dan minyak.
Langkah lain yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan daya saing produk ekspor yakni dengan menekan ekonomi biaya tinggi yang dialami oleh eksportir dan pengusaha. Upaya diversifikasi produk ekspor dan peningkatan nilai tambah ekspor juga akan terus digalakkan.
Selain itu, penguatan pasar dalam negeri yang sangat besar dengan jumlah 245 juta jiwa akan menjadi salah satu kekuatan dalam menghadapi ketidakpastian perekonomian global.
Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, Fadli Hasan. "Memang harus ada diversifikasi pasar ekspor," katanya. Sejumlah negara yang bisa dibidik adalah Eropa Timur, Afrika, dan Asia Tengah.
Nilai Ekspor Indonesia 2022 Tumbuh 29,4 Persen, Komoditas Apa yang Berkontribusi?
11 Januari 2023
Nilai Ekspor Indonesia 2022 Tumbuh 29,4 Persen, Komoditas Apa yang Berkontribusi?
Nilai ekspor Indonesia pada 2022 tumbuh 29,4 persen dengan nilai US$ 268 miliar atau sekitar Rp 4.144 triliun. Beberapa komoditas seperti besi baja, bahan bakar fosil, dan minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) berkontribusi dalam peningkatan tersebut.