Ribuan petani dan pekerja kebun tebu serta karyawan pabrik gula seluruh Jawa Timur serta Jawa Tengah dan Jawa Barat melakukan aksi dijalan Pahlawan, Surabaya, Selasa (21/12). Aksi ini sebagai bentuk penolakan para petani tebu terhadap rencana Menteri Perdagangan yang akan membebaskan peredaran gula rafinasi yang berasal dari gula mentah impor. TEMPO/Fully Syafi
TEMPO Interaktif, Surabaya - Ribuan orang yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTI) Jawa Timur berunjuk rasa menuntut pembatasan peredaran gula rafinasi di kantor Gubernur Jawa Timur di Jalan Pahlawan, Surabaya , Selasa (21/12) siang tadi.
Arum Sabil, Ketua APTRI mengatakan, aksi dilakukan sebagai respon atas rencana pemerintah yang akan merevisi SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 527 tahun 2004 tentang Tata Niaga Gula. "Ada indikasi gula rafinasi akan dibiarkan beredar, ini tidak bisa dibiarkan," kata Arum.
Jika gula rafinasi beredar, petani khawatir gula produksi mereka akan kalah bersaing, apalagi harga gula rafinasi sangat murah dibandingkan gula produksi petani lokal. Karenanya, APTRmendesak Gubernur untuk menekan pemerintah pusat untuk membatalkan refisi SK Menperindag nomor 527 tahun 2004.
"Gula rafinasi harus dibatasi, gula ini bisa diedarkan tapi harus kalangan industri mamin (makanan dan minuman) saja, kalau untuk pasar umum biarkan gula kami yang beredar," tambahnya.
Sementara itu dalam unjukrasanya, massa menggelar aksi longmarch dari depan kantor PT Perkebunan Nusantara XI di Jalan Merak menuju kantor Gubernur yang berjarak sekitar 500 meter. Akibat aksi ini, jalanan sepanjang itu sempat lumpuh karena dipenuhi pendemo.
Sayangnya, sesampai di Kantor Gubernur, massa tak bisa menemui Gubernur Soekarwo karena sedang rapat di luar kantor. Pendemo hanya diterima Asisten Kesejahteraan Sekdaprov Jawa Timur Hadi Prasetyo dan Kepala Dinas Perkebunan Syamsul Arifin.
Harga Gula Kian Melonjak, Kepala Badan Pangan Minta Impor Secepatnya Masuk
16 Oktober 2023
Harga Gula Kian Melonjak, Kepala Badan Pangan Minta Impor Secepatnya Masuk
Badan Pangan Nasional mengatakan salah satu penyebabnya adalah realisasi impor gula yang rendah. Berdasarkan catatan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, tutur Arief, realisasi impor gula saat ini hanya 26 persen.