TEMPO Interaktif, Jakarta - Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia menilai tingginya harga inflasi tahun ini disebabkan oleh kegagalan manajemen pemerintah. Inflasi tahun ini diprediksi mencapai 6,5 persen atau melebihi target pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan yang mematok pada tingkat 5,3 persen.
Kegagalan Bulog menyerap panen raya pada Mei tahun ini memacu peningkatan harga beras secara tak terkendali. Akibat kegagalan tersebut, stok beras Bulog masih di bawah 1 juta ton, padahal idealnya stok beras harus berada di atas 2 juta ton.
Menurut anggota ISEI, Bustanul Arifin, jika pemerintah berhasil menyerap beras petani maka stok beras akan mencukupi sepanjang tahun. “Sepanjang tahun ini harga beras sudah naik 25 persen,” ujar Bustanul di Jakarta kemarin. Dia memprediksi peningkatan harga beras masih akan berlanjut hingga Februari tahun depan.
Untuk mengendalikan harga beras pemerintah seharusnya meningkatkan produktivitas dalam negeri guna menambah stok beras Bulog. Dia menilai pemerintah belum bisa mengembangkan benih padi varietas unggul yang mampu berproduksi dalam kondisi ekstrem.
Lagi pula, Indonesia merupakan negara yang pas untuk bercocok tanam padi. “Benih unggulan ini harus diupayakan pemerintah," ucapnya. Selain beras, kenaikan harga juga harus diwaspadai pada komoditas gula dan daging sapi.
Sekretaris Jenderal ISEI Anggito Abimanyu menilai ketidakjelasan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi juga berkontribusi pada inflasi. “Besar penghematannya berubah-ubah, menimbulkan tekanan besar pada inflasi,” ujar Anggito.
Menurut dia, pemerintah seharusnya memberikan kepastian dalam besaran angka penghematan anggaran akibat BBM bersubsidi ini.
Sebelumnya, kata Anggito, pemerintah menyebutkan potensi penghematan anggaran oleh pembatasan BBM bersubsidi mencapai Rp 28 triliun. Namun pemerintah beberapa waktu kemudian mengoreksi angka ini menjadi Rp 3,8 triliun.
Ketidakpastian yang besar inilah yang membuat inflasi tahun ini membesar. Dia juga memprediksi inflasi bisa berlanjut apabila pemerintah tidak mengelola komunikasi dengan masyarakat.
ANTON WILLIAM