Himbara: Lima Poin Kritis Pembentukan OJK  

Reporter

Editor

Kamis, 26 Agustus 2010 09:04 WIB

Ahmad Baiquni. TEMPO/Dinul Mubarok
TEMPO Interaktif, Jakarta -Himpunan Bank Bank Negara (Himbara) melihat ada lima poin kritis yang harus menjadi catatan dalam Rancangan Undang Undang Otoritas Jasa Keuangan yang sedang dibahas di DPR.

Dalam rapat dengar pendapat dengan Panitia Khusus RUU OJK DPR, Rabu (25/8) malam, Direktur Keuangan Bank BRI Ahmad Baiquni, mewakili HImbara menyampaikan ke lima poin kritis tersebut.

Pertama, independensi OJK sebagai badan pengawas baru industri keuangan. Ahmad Baiquni mengatakan walaupun bersifat independen karena memiliki kewenangan penuh melakukan pengawasan industri keuangan, diharapkan badan pengawas yang baru tersebut tetap pro pasar, baik itu dari pengaturan maupun pengawasannya. Sehingga OJK tetap mampu mendukung industri keuangan dengan optimal. “Fee yang dibebankan kepada bank atau obyek pengawasan dapat mengurangi independensi, disamping bank sudah banyak dibebani biaya,” katanya.

Kedua, koordinasi lembaga terkait dengan OJK. Himbara mengharapkan perlu ada koordiansi antarlembaga terkait seperti dengan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan guna pengaturan pada sisi makro dan mikro.

Point berikutnya, Himbara melihat perlunya perhatian terhadap protokol manajemen krisis. Bentuk dan peran koordinasi antara badan pengawas baru dan institusi lainnya terutama disaat krisis perlu dipertajam. “Mengingat RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan masih dalam proses pengajuan ke DPR,” katanya.

Keempat, Himbara melihat pembentukan badan pengawas baru membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menunjang tata kelola organisasi. Menurut Himbara, idealnya, sumber daya manusia yang mengisi badan pengawas baru tersebut, tidak hanya yang punya pengalaman pengawasan tapi juga yang mempunyai pengalaman praktis di industri keuangan, baik itu di perbankan, pasar modal maupun asuransi.

Poin kelima, Himbara menegaskan perlunya direncanakan secara mendalam periode transisi implementasi pengalihan fungsi pengaturan dan pengawasan Bank Indonesia dan Bapepam LK ke badan pengawas baru. Sehingga tidak menimbulkan gangguan kontinuitas pelaksanaan pengawasan industri keuangan. “Selama ini seluruh instrumen, data base, sistem kebijakan pengawasan ada di Bank Indonesia, sedangkan badan pengawas belum memiliki apapun, disamping tren di negara maju, pengawasan justru akan kembali ke bank sentral,” kata Ahmad Baiquni.

Direktur Utama Bank Mandiri Zulkifli Zaini menambahkan, persoalan protokol manajemen krisis perlu diperhatikan secara mendalam. Dia beralasan dalam RUU OJK disebutkan dalam rangka mencegah dan menangani krisis di sektor keuangan OJK wajib berkoordinasi dengan BI, Kementerian Keuangan dan LPS sebagaimana diatur dalam RUU JPSK. “Yang perlu diperhatikan mengingat sampai saat ini masih dalam proses pengajuan ke DPR,” katanya.

Menurut Zulkifli, untuk mengefektifkan protokol manajemen krisis perlu adanya koordinasi data base bersama yang terintegrasi yang itu membutuhkan biaya dan usaha yang besar. “Database yang terintegrasi harus bisa memberikan akses informasi lembaga keuangan secara cepat dan menyeluruh, sehingga pada saat krisis bank sentral perlu melakukan kebijakan moneter,” kata Zulkifli.

IQBAL MUHTAROM

Berita terkait

NPL ke Level 1,36 Persen, Berikut Strategi Bank Mandiri

27 November 2023

NPL ke Level 1,36 Persen, Berikut Strategi Bank Mandiri

Direktur Manajemen Risiko PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), Ahmad Siddik Badruddin, memprediksi kualitas kredit terjaga hingga akhir 2023 dan stabil pada 2024 mendatang.

Baca Selengkapnya

LPS: Awal 2023, Kinerja Perbankan Stabil dan Likuiditas Memadai

28 Februari 2023

LPS: Awal 2023, Kinerja Perbankan Stabil dan Likuiditas Memadai

Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa menyebut kinerja perbankan tetap stabil di awal 2023.

Baca Selengkapnya

OJK Terbitkan Dua Peraturan Baru, Aturan Perbankan dan Perusahaan Pialang Asuransi

11 Januari 2023

OJK Terbitkan Dua Peraturan Baru, Aturan Perbankan dan Perusahaan Pialang Asuransi

OJK menerbitkan dua peraturan baru tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dan Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pialang Asuransi.

Baca Selengkapnya

OJK Rilis Aturan Baru Batas Maksimum Kredit BPR dan BPRS, Berapa ?

9 Desember 2022

OJK Rilis Aturan Baru Batas Maksimum Kredit BPR dan BPRS, Berapa ?

OJK menerbitkan aturan tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit BPR dan BPR Syariah

Baca Selengkapnya

Puluhan Bank Terancam Downgrade Jadi BPR, Mengenal Istilah Kurang Modal di Perbankan

13 September 2022

Puluhan Bank Terancam Downgrade Jadi BPR, Mengenal Istilah Kurang Modal di Perbankan

Terhitung maksimal hingga Desember 2022 mendatang, puluhan bank terancam mengalami downgrade jadi BPR tersebab aturan dari OJK. Apa itu kurang modal?

Baca Selengkapnya

Downgrade 24 Bank Jadi BPR karena Kurang Modal, OJK: Belum Final, Masih Dibicarakan

6 September 2022

Downgrade 24 Bank Jadi BPR karena Kurang Modal, OJK: Belum Final, Masih Dibicarakan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan ketentuan pemenuhan modal Rp3 triliun tidak akan berubah.

Baca Selengkapnya

Sebut Digitalisasi Sejak 2015, Perbanas: Kecepatan Adopsi Meledak karena Pandemi

14 Februari 2022

Sebut Digitalisasi Sejak 2015, Perbanas: Kecepatan Adopsi Meledak karena Pandemi

Kartika Wirjoatmodjo mengatakan pandemi COVID-19 membawa dampak terhadap meledaknya kecepatan adopsi teknologi digital

Baca Selengkapnya

RUU Pajak Disetujui, Sri Mulyani: Nanti Saja, Paripurna Minggu Depan

30 September 2021

RUU Pajak Disetujui, Sri Mulyani: Nanti Saja, Paripurna Minggu Depan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membenarkan RUU KUP sudah disetujui di pembicaraan tingkat I di Komisi Keuangan DPR.

Baca Selengkapnya

Ada Kasus Jiwasraya, Komisi Keuangan DPR Bentuk Panitia Kerja

21 Januari 2020

Ada Kasus Jiwasraya, Komisi Keuangan DPR Bentuk Panitia Kerja

Komisi Keuangan DPR membentu Panitia Kerja untuk nenvagas industri jasa keuangan termasuk Jiwasraya.

Baca Selengkapnya

Ingatkan Rini Soemarno, DPR: Super Holding BUMN Harus Pakai UU

13 Agustus 2019

Ingatkan Rini Soemarno, DPR: Super Holding BUMN Harus Pakai UU

Komisi Keuangan DPR mengingatkan, pembentukan super holding BUMN membutuhkan payung hukum setingkat Undang-Undang.

Baca Selengkapnya