TEMPO Interaktif, Kudus - Menjelang Lebaran ini, para perajin batik di Kudus kebanjiran order.. “Untuk pesanan batik, saya sampai menunda jadinya pesanan. Dulu paling cepat satu minggu, sekarang bisa mundur dua hingga tiga minggu,” kata Ummu Asiyati, 47, perajin batik tulis Alfa, Desa Gribig, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus, Minggu (8/9).
Menurut Ummu Asiyati, corak yang paling banyak dipesan adalah kawung kretek, ornamen gula tumbu, dan parijoto. Pemesannya datang dari Kudus dan sekitarnya maupun luar kota, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Bali, Semarang dan Irian Jaya. “Saya sampai tidak punya stok,” kata Fathurahman, suami Ummu Asiyati.
Dengan tenaga kerja 30 orang, kata Fathurahman, dia baru mampu produksi 500 potong per bulannya. “Mencari pembatik di sini susah,” jelasnya. Di tempat Alfa Batik, selama tiga hari ia baru selesai melatih 20 orang calon pembatik dengan pelatih asal Pekalongan, Muhtadin. “Biayanya dibantu Dinas Perindustrian…,” kata Farhurahman.
Alfa Batik sudah menjadi langganan pesanan puluhan potong pesanan batik tulis warna alami dari Djarum. Motif yang dipesan antara lainnya, menara kombinasi bunga, kombinasi tembakau dan cengkih, rama kembang dan parijoto. “Satu potongnya Rp 400 ribu,” ucap Ummu Asiyati.
Sudah sekitar dua tahun Ummu Asiyati memproduksi batik tulis. Ia yang sebelumnya puluhan tahun menekuni kerajinan bordir ini, punya alasan harus mengalihkan secara bertahap usaha bordirnya ke batik. Pertama, kata Asiyati, sulitnya memadukan warna baju bordir dengan warna kain batik dari para pemesannya. “Waktu itu, saya bekerjasama dengan perajin batik Pekalongan,” ujar Asiyati.
Kini, kata Fatchurahman, sudah memiliki 60 motif batik hasil desainnya sendiri. Di antaranya motif rumah kembar raja rokok Niti Semito, rumah gebyopk Kudus, Menara Kudus, Tembakau, cengkih dan mesin linting rokok, kapal kandas, jenang Kudus, Lentok Tanjung dan Rama Kembang. “Semua motif itu sudah saya ajukan ke Direktorat HAKI Kementerian Hukum dan HAM,” jelas Fatchurahman.
Harga untuk batik tulis berkisar Rp 200 ribu hingga Rp 5 juta per potong. Sedangkan batik kombinasi cap Rp 90 ribu- Rp 120 ribu per potongnya. keuntungan batik sangat menjanjikan. “Untuk batik tulis bisa 50 persen sedangkan batik cap berkisar 25 persen,” ucap Asiyati.
Prospek batik Kudus ke depan, kata Asiyati, sangat bagus. “Soalnya kaya dengan corak atau motif,” ujarnya. Ia menjamin, pasar batik Kudus tidak akan terpengaruh adanya pasar bebas ASEAN- Cina. Apalagi, kata Asiyati, pewarnaan alami sudah berhasil dan dikembangkan. Forum Komunikasi Batik Warna Alami, tempat bernaungnya para pembatik mengotak-atik warna.
Kondisi itu dibenarkan pula oleh Yuli Astuti, perajin batik Muria Batik Kudus. “Trend pasar Batik Kudus sudah mulai meluas. Tidak khawatir dibukanya perdagangan bebas AEAN-Cina,” ujar Yuli Astuti. Pertandanya, kata Yuli Astuti, ketika awal Agustus lalu ikut ajang Legian Beach Festival ke 4 di Kuta, Bali, peminat batik cukup tinggi. “Terutama pada batik tulis koleksi klasik,” kata Yul;I Astuti.
Momentum itu, juga dimanfaatkan Yuli berdemostrasi membatik, sehingga hanya turis asing yang tertarik ikut berlatih dan membelinya. (bandelan amarudin.
Bandelan Amaruddin