Dia mengatakan, sejak 2005 pemerintah pertama kali menyusun pertanggung jawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berupa LKPP. Pertanggungjawaban serupa tak pernah dibuat selama 60 tahun kemerdekaan Republik karena pemerintah tak mempunyai neraca keuangan.
"Pelaporan pengelolaan keuagan negara saat itu hanya berupa laporan anggaran dan realisasinya," katanya membacakan Jawaban Pemerintah terhadap Pandangan Umum Fraksi-Fraksi-Fraksi atas Rancangan Undang-Undang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN 2008 dalam Sidang Paripurna DPR, Selasa (2/2).
Pekan lalu, dalam pandangan Fraksi-Fraksi, hanya Fraksi Parta Gerindra yang menyatakan menolak LKPP 2008 yang disodorkan pemerintah sepekan sebelumnya. Adapun fraksi lainnya menyatakan dapat menerima. Gerindra menilai pemerintah tak serius memperbaiki pengelolaan keuangan negara.
Hal tersebut tercermin dari hasil audit BPK setiap tahun yang terus menyatakan disclaimer. Selain itu, Gerindra mempersoalkan getolnya pemerintah menarik utang yang tak diimbangi realisasi belanja sehingga berdampak pada terciptanya sisa anggaran lebih yang cukup besar pada 2008.
Menteri Sri Mulyani mengingatkan, opini audit disclaimer merupakan opini yg diberikan karena pemeriksa tak dapat meyakini kewajaran penyajian laporan keuangan secara keseluruhan. Opini itu bisa juga disebabkan adanya keterbatasan lingkup audit dari pihak yang diperiksa.
Menurut dia, penyusunan LKPP dalam lima tahun terakhir merupakan tahap awal dari koreksi atas sejarah 60 tahun pengelolaan keuangan negara sebelumnya. Kualitas LKPP 2004-2008, kata dia, terus meningkat setiap tahunnya seperti tercermin dari hasil audit BPK.
Dia mencontohkan, faktor penyebab disclaimer atas LKPP terus berkurang, yakni dari 12 temuan pokok pada audit LKPP 2004 menjadi hanya 6 temuan pokok pada 2008. Kualitas Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga (LKKL) semakin membaik. Saldo aset dan ekuitas atau kekayaan bersih meningkat, yakni dari negatif Rp 497,15 triliun pada LKPP 2004 menjadi positif Rp 378,01 triliun pada 2008.
Selanjutnya, selisih catatan belanja negara antara Kementerian dan Lembaga dengan Bendahara Umum Negara mengecil, hanya 0,0059 persen dari nilai belanja APBN. Pengelolaan fisklam dan utang makin kredibel dan efisien, terlihat dari rasio utang terhadap produk domestik bruto yang terus menyusut dari 47 persen pada 2005 menjadi 33 persen pada 2008. Adapun peningkatan kualitas sumber daya manusia bidag keuangan, akuntansi, dan pelaporan terus dilakukan.
Menurut dia, membaiknya kualitas LKPP itu perlu diinformasikan seimbang dan menyeluruh kepada masyarakat. "Supaya konsep dan proses pertanggungjawaban keuangan negara tidak disederhanakan dan direduksi dengan satu status penilaian yang disclaimer," katanya.
AGOENG WIJAYA | NALIA RIFIKA