Revisi Tata Niaga Gula Diminta Ditinjau Ulang

Reporter

Editor

Minggu, 13 Desember 2009 13:24 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta - Petani tebu meminta rencana pemerintah untuk merevisi tata niaga gula ditinjau ulang. "Sebab, revisi yang akan dilakukan justru akan menghancurkan industri gula," kata Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (Aptri), Arum Sabil, ketika dihubungi Tempo, Ahad (13/12).

Pernyataan tersebut terkait rencana Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu yang akan mengevaluasi kebijakan sektor gula. Evaluasi salah satunya dengan merevisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 527 Tahun 2004 yang mengatur kebijakan tata niaga gula.

Pada peraturan tersebut, segmentasi pasar gula dibedakan antara gula rafinasi untuk kebutuhan industri dan gula tebu atau kristal putih untuk konsumsi rumah tangga. Kelak tidak ada lagi perbedaan yang mengacu pada segmentasi pasar gula, tetapi lebih kepada incumsa gula atau kadar keputihan gula. Menteri melihat segmentasi pasar itu yang menyebabkan pasokan dan permintaan gula tidak berjalan baik.

Bila tidak ada segmentasi gula kristal putih untuk konsumsi dan gula rafinasi untuk industri, maka, nantinya gula rafinasi bisa masuk ke pasar konsumsi. "Sehingga bisa menekan harga," kata Arum.

Arum menilai, alasan merevisi aturan karena pasokan dan permintaan gula yang tidak berjalan baik, tidak masuk akal. Menurut dia, permasalahan pasokan gula bukan disebabkan karena aturan. "Untuk tahun ini, kekurangan stok karena industri mengambil gula konsumsi karena harga gula dunia mahal," kata dia.

Advertising
Advertising

"Seharusnya, untuk memecahkan masalah itu, dengan segera melakukan revitalisasi pabrik gula," kata dia.

Arum lalu menyebutkan, sejak 2003 hingga 2008, sudah terjadi peningkatan produksi gula lokal. "Pada 2003, produksi gula hanya 1,6 juta ton setahun. Sedangkan pada 2008, produksi gula bisa mencapai 2,7 juta ton setahun," kata dia.

Arum menjelaskan, peningkatan produksi gula oleh petani karena adanya kepastian harga gula di pasaran. "Petani terdorong untuk menanam tebu lebih banyak dan ekspansi," ujarnya.

Dia menyebut, kepastian harga yang tercipta di pasaran, justru karena aturan tata niaga gula yang sekarang bisa mengurangi gula impor ilegal yang beredar di pasaran. "Sebab, gula yang impor jelas gula rafinasi untuk industri. Jadi, kalau ditemukan gula rafinasi di pasaran, lebih mudah diusut asal pengimpor," kata dia.

Aria Bima, Anggota Komisi VI, bidang Perdagangan, Perindustrian, BUMN, Koperasi dan UKM serta Investasi, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah jangan hanya memikirkan kepentingan konsumen saja. "Tetapi juga bagaimana melindungi masyarakat petani tebu," kata dia.

Aria mengkhawatirkan setelah revisi, nantinya, pasar gula konsumsi juga dibanjiri gula rafinasi. "Kalau gula rafinasinya produksi dalam negri, mungkin tidak masalah," kata dia.

Maka, Aria meminta agar pemerintah fokus saja untuk merevitalisasi pabrik gula. "Agar swasembada tercapai, bisa menggantikan gula impor dan bahkan ke depan bisa mengekspor gula," kata dia.

EKA UTAMI APRILIA

Berita terkait

Jika Ditugasi Impor Gula Mentah, PTPN X Siap

1 Juli 2019

Jika Ditugasi Impor Gula Mentah, PTPN X Siap

Impor gula mentah itu dilakukan guna memenuhi konsumsi gula kristal putih (GKP).

Baca Selengkapnya

Cerita Pabrik Gula Milik BUMN yang Berumur Lebih dari Satu Abad

5 Juni 2017

Cerita Pabrik Gula Milik BUMN yang Berumur Lebih dari Satu Abad

Sebanyak 74 persen pabrik gula BUMN berusia lebih dari satu abad. Sudah tidak efisien dan perlu peremajaan. Benih tebu baru juga mahal harganya.

Baca Selengkapnya

PTPN XIII Siapkan Rp 330 Miliar untuk Revitalisasi Pabrik

25 Mei 2017

PTPN XIII Siapkan Rp 330 Miliar untuk Revitalisasi Pabrik

Perbaikan pabrik ini bertujuan meningkatkan utilisasi pabrik-pabrik pengolahan yang telah dibangun sejak 1980-an tersebut.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Tetapkan HET Gula Rp 12.500 per Kilogram  

16 Januari 2017

Pemerintah Tetapkan HET Gula Rp 12.500 per Kilogram  

Penetapan HET dilakukan dengan sudah mempertimbangkan keuntungan yang harus didapat sektor usaha.

Baca Selengkapnya

Revitalisasi Tiga Pabrik Gula Butuh Investasi Rp 520 Miliar  

16 Oktober 2015

Revitalisasi Tiga Pabrik Gula Butuh Investasi Rp 520 Miliar  

PT PG Rajawali II akan merevitalisasi tiga pabrik gula (PG) dengan kebutuhan investasi sekitar Rp 520 miliar.

Baca Selengkapnya

RNI Bangun Pabrik Bioetanol Rp 200 Miliar  

16 Oktober 2015

RNI Bangun Pabrik Bioetanol Rp 200 Miliar  

RNI akan menghasilkan bioetanol setara bahan bakar minyak.

Baca Selengkapnya

Kemenperin Alihkan Anggaran Gula untuk Industri Agro

22 Agustus 2015

Kemenperin Alihkan Anggaran Gula untuk Industri Agro

Anggaran Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk revitalisasi pabrik gula PT Perkebunan Nusantara III dari Kementerian Perindustrian.

Baca Selengkapnya

Investor Gula Siap Masuk Sulawesi Selatan, Ini Syaratnya

28 Juli 2015

Investor Gula Siap Masuk Sulawesi Selatan, Ini Syaratnya

Menteri Perindustrian Saleh Husin menuturkan ketersediaan dan kesiapan lahan bakal lebih mempercepat realisasi rencana pembangunan pabrik gula kristal putih.

Baca Selengkapnya

Revitalisasi Pabrik Gula Butuh Dana Rp 25 Triliun  

26 Maret 2015

Revitalisasi Pabrik Gula Butuh Dana Rp 25 Triliun  

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyatakan kondisi
pabrik-pabrik gula di Jawa Tengah sangat memprihatinkan.

Baca Selengkapnya

Membangkitkan Pergulaan Kita

21 Januari 2015

Membangkitkan Pergulaan Kita

Bank Dunia memperkirakan bahwa harga riil gula di pasar dunia (dolar Amerika 2010) pada 2025 akan turun dari US$ 0,37 per kilogram pada 2013 menjadi US$ 0,28 per kilogram. Dengan nilai kurs US$ 1 sama dengan Rp 12.605 saat tulisan ini disusun, harga gula per kilogram di pasar internasional pada 2025 adalah Rp 3.529. Sangat murah!

Baca Selengkapnya