TEMPO Interaktif, Jakarta:Pemerintah daerah kini dapat melakukan pinjaman yang bersumber dari luar negeri melalui pemerintah pusat. Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Departemen Keuangan, Maurin Sitorus, dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (30/1) mengatakan kebijakan itu telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 35/KMK.07/2003. Namun meski begitu pemerintah daerah perlu mematuhi sejumlah persyaratan. Pertama, dalam pengajuan usulan proyek pemerintah daerah harus menyediakan dana pendamping. Kedua, pemda tidak memiliki tunggakan pinjaman atau jika memiliki tunggakan bersedia melunasi pinjaman yang dituangkan dalam APBD. Ketiga, jumlah kumulatif pokok pinjaman yang wajib dibayar juga tidak melebihi 75 persen dari jumlah perkiraan APBD tahun sebelumnya, setelah dikurangi dana alokasi khusus, dana darurat, pinjaman lama dan penerimaan lain yang pengunaannya dibatasi untuk membayai penawaran tertentu. Keempat, debt service coverage ratio setelah dikurangi belanja wajib paling sedikit 2,5 persen dan memenuhi kriteria usulan proyek daerah. Kriteria proyek merupakan inisiatif daerah bermanfaat bagi pelayanan masyarakat dan telah disetujui DPRD. Usulan proyek tersebut akan dinilai oleh tim penilai yang dibentuk Menteri Keuangan dan Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas. Setelah itu baru disetujui Menkeu melalui pertimbangan Menteri Negara PPN. Selanjutnya diadakan perundingan antara tim perunding yang dibentuk oleh Menkeu dengan calon pemberi pinjaman luar negeri. Setelah itu calon pemberi pinjaman dan menteri keuangan menandatangani naskah perjanjian pinjaman luar negeri yang disepakati dalam perundingan. Persyaratan pinjaman dalam naskah perjanjian itu menjadi acuan dalam menetapkan persyaratan pinjaman dalam naskah perjanjian penerusan pinjaman. Naskah yang terakhir ini merupakan penerusan pinjaman pemerintah dalam bentuk pinjaman antara pemerintah dengan daerah. Naskah tersebut ditandatangi Menkeu melalui Direktur Jendral Lembaga Keuangan dan Kepala Penerima Pinjaman. Dalam siaran pers itu juga dikemukakan bahwa mata uang yang digunakan dalam naskah perjanjian penerusan pinjaman bisa berupa mata uang rupiah atau pun mata uang asing. Jika yang digunakan adalah mata uang rupiah kata Maurin, Menkeu menanggung resiko atas terjadinya perubahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing yang digunakan dalam perjanjian pinjaman luar negeri. Selain itu menteri juga mengenakan tambahan nilai tingkat bunga pinjaman terhadap perubahan nilai tukar tersebut, yang ditetapkan berdasarkan usulan Dirjen. Tambahan nilai tingkat bunga pinjaman ditinjau secara berkala oleh Menkeu untuk menyesuaikan nilai tambahan tingkat suku bunga dengan memperhatikan perkembangan nilai tukar. Namun jika mata uang yang digunakan dalam perjanjian penerusan pinjaman adalah mata uang asing tingkat bunga dalam perjanjian penerusan pinjaman ditetapkan sesuai dengan tingkat suku bunga dalam perjanjian pinjaman luar negeri, yang ditambah 0,5 persen per tahun atau yang ditetapkan Menkeu sebagai biaya administrasi. (Dara Meutia Uning-Tempo News Room)
Berita terkait
Prastowo Sebut Bea Cukai Bukan Keranjang Sampah
3 menit lalu
Prastowo Sebut Bea Cukai Bukan Keranjang Sampah
Staf Khusus Kementerian Keuangan sebut bea cukai bukan keranjang sampah, imbas banyak postingan media sosial yang mengeluhkan pajak barang Impor dari luar negeri yang terlalu mahal.