Sri Mulyani: Elemen Penilaian Tak Selalu Negatif

Reporter

Editor

Selasa, 24 November 2009 20:54 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Keuangan yang juga mantan Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Sri Mulyani Indrawati, menilai tak ada yang salahnya bagi Komite Stabilitas mempertimbangkan aspek penilaian kualitatif (<I>judgement</I>) dengan melihat kondisi perekonomian dalam menetapkan Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik. Elemen penilaian seperti itu selalu ada dalam pembuatan kebijakan.

Dia menjelaskan, secara umum kondisi Bank Century sebenarnya telah memenuhi kualifikasi sebagai bank gagal karena rasio kecukupan modal minimumnya telah negatif 3,53 persen. Pada kondisi pasar normal, kondisi Century itu tak akan menimbulkan dampak sistemik. Tapi, jika kondisi itu terjadi pada kondisi krisis keuangan global sedang berada di puncaknya pada November 2008 maka penutupan Bank Century akan rentan menimbulkan efek berantai.

“Krisis keuangan global telah meruntuhkan kepercayaan terhadap prospek dan stabilitas ekonomi dunia, pasar sangat rentan terhadap berita negatif maupun kebijakan apapun,” kata Sri Mulyani dalam jumpa pers di kantornya, Selasa (24/11).

Seperti diberitakan, hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan terhadap kasus Bank Century mempersoalkan keputusan Komite Stabilitas dalam menetapkan status gagal dan berdampak sistemik yang lebih memperhatikan penilaian Bank Indonesia soal aspek psikologi pasar. Badan Pemeriksa pun menyimpulkan Komite Stabilitas menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik tanpa berdasarkan data kondisi bank yang lengkap, muthakir, serta tidak berdasarkan pada kriteria yang terukur.

Menurut Sri Mulyani, sesuai akal sehat dan </I>judgement</I>, Bank Century memang bisa menimbulkan efek berantai. Ancaman dampaknya tak hanya berupa penarikan besar-besaran (<I>rush</I>) yang sudah tampak mulai awal November 2008. “Tapi itu juga akan terjadi pada bank-bank lain terutama pada 23 bank yang berada dalam kelompok yang sama dengan Bank Century,” ujarnya.

Sesuai data dan analisa Bank Indonesia, pada saat krisis keuangan global, terdapat 23 bank dengan ukuran setara atau lebih kecil dari Century dan sejumlah Bank Perkreditan Rakyat yang mengalami kesulitan likuiditas dan masalah lain yang kurang lebih sama dengan yang dihadapi Century. “Jadi ini bukan hanya soal penutupan Century, tapi juga efek dominonya terhadap bank lain dan perekonomian nasional,” ucap Sri.

Penutupan Bank Century pada masa krisis keuangan akan langsung mempengaruhi bank lain. Kondisi yang buruk akan berjalan secara cepat dan menjalar pada seluruh sistem perbankan nasional. Jika hal itu terjadi, bisa dipastikan sistem perbankan, sistem pembayaran dan kepercayaan masyarakat terhadap perekonomian nasional bakal kembali terganggu seperti yang terjadi pada 1998. “Kalau itu terjadi tak bisa dibedakan lagi antara bank kecil, menengah, dan besar,” ujarnya.

AGOENG WIJAYA

Berita terkait

Rangkuman Poin Kehadiran Sri Mulyani di Forum IMF-World Bank

3 jam lalu

Rangkuman Poin Kehadiran Sri Mulyani di Forum IMF-World Bank

Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan terdapat tiga hal utama dari pertemuan tersebut, yaitu outlook dan risiko ekonomi global.

Baca Selengkapnya

Viral Berbagai Kasus Denda Bea Masuk Barang Impor, Sri Mulyani Instruksikan Ini ke Bos Bea Cukai

17 jam lalu

Viral Berbagai Kasus Denda Bea Masuk Barang Impor, Sri Mulyani Instruksikan Ini ke Bos Bea Cukai

Sri Mulyani merespons soal berbagai kasus pengenaan denda bea masuk barang impor yang bernilai jumbo dan ramai diperbincangkan belakangan ini.

Baca Selengkapnya

Bertubi-tubi Penghargaan untuk Bobby Nasution, Terakhir Menantu Jokowi Raih Satyalancana dan Tokoh Nasional

2 hari lalu

Bertubi-tubi Penghargaan untuk Bobby Nasution, Terakhir Menantu Jokowi Raih Satyalancana dan Tokoh Nasional

Wali Kota Medan Bobby Nasution boleh dibilang banjir penghargaan. Menantu Jokowi ini dapat penghargaan Satyalancana baru-baru ini.

Baca Selengkapnya

Masih Loyo, Nilai Tukar Rupiah Melemah ke Level Rp 16.210 per Dolar AS

2 hari lalu

Masih Loyo, Nilai Tukar Rupiah Melemah ke Level Rp 16.210 per Dolar AS

Pada perdagangan Kamis, kurs rupiah ditutup melemah pada level Rp 16.187 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Semakin Turun, Surplus APBN Maret 2024 Hanya Rp 8,1 Triliun

2 hari lalu

Semakin Turun, Surplus APBN Maret 2024 Hanya Rp 8,1 Triliun

Sri Mulyani menilai kinerja APBN triwulan I ini masih cukup baik.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani: Anggaran Pemilu 2024 Belum Terbelanjakan Rp 12 Triliun

2 hari lalu

Sri Mulyani: Anggaran Pemilu 2024 Belum Terbelanjakan Rp 12 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan masih ada Rp 12,3 triliun anggaran Pemilu 2024 yang belum terbelanjakan.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani: Penyaluran Bansos Januari-Maret 2024 Mencapai Rp 43 Triliun

2 hari lalu

Sri Mulyani: Penyaluran Bansos Januari-Maret 2024 Mencapai Rp 43 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan penyaluran bantuan sosial atau Bansos selama Januari-Maret 2024 mencapai Rp 43 triliun.

Baca Selengkapnya

Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

2 hari lalu

Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

Menteri Keuangan Sri Mulyani bisa melakukan penyesuaian anggaran subsidi mengikuti perkembangan lonjakan harga minyak dunia.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

2 hari lalu

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tensi geopolitik di Timur Tengah cenderung meningkat dan menjadi fokus perhatian para pemimpin dunia. Ia menegaskan kondisi ini mempengaruhi beberapa dampak ekonomi secara signifikan.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Sebut Realisasi Anggaran IKN Baru Mencapai 11 Persen

2 hari lalu

Sri Mulyani Sebut Realisasi Anggaran IKN Baru Mencapai 11 Persen

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa realisasi anggaran dari APBN untuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) baru mencapai 11 per

Baca Selengkapnya