PHRI: Biaya Sertifikasi Halal Mahal dan Ribet, Sanksi Sebaiknya Tidak Diterapkan
Reporter
Hanin Marwah
Editor
Martha Warta Silaban
Kamis, 31 Oktober 2024 07:31 WIB
Dia melanjutkan, pembatasan jumlah menu dan jumlah bahan seperti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) juga dinilai mampu menghambat inovasi dalam bisnis kuliner. “Belum lagi penamaan makanan yang juga harus sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam mendapatkan sertifikasi halal,” ujarnya.
Lebih jauh, Hariyadi menyampaikan bahwa tidak sedikit hotel dan restoran yang bekerja sama dengan UMKM guna memenuhi pasokan makanan maupun minuman dalam operasionalnya. “UMKM yang masih banyak belum memiliki sertifikat halal juga menyulitkan bisnis hotel dan restoran dalam mengikuti syarat sertifikasi halal,” tutur Hariyadi.
Sehingga, kata dia, terhambatnya hotel dan restoran dalam mendapatkan sertifikasi halal juga dapat disebabkan oleh ekosistem yang menjadi rantai pasok makanan dan minuman yang belum memiliki sertifikasi halal.
Ia juga meminta pemerintah untuk mempertimbangkan banyaknya tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya dari bisnis hotel dan restoran. Ia berpandangan bahwa ada risiko yang harus ditanggung dari kendala operasional hingga usaha-usaha yang gulung tikar jika sanksi tersebut diberlakukan.
Sehingga, dengan kata lain, pemerintah sudah seharusnya menjadikan kondisi ekonomi saat ini sebagai bahan pertimbangan. “Jangan memaksa pelaku usaha melaksanakan perizinan berusaha yang berbiaya mahal,” katanya.
Sebelumnya, Kepala BPJPH Haikal Hassan mengatakan terdapat sanksi yang dapat diberikan kepada pelaku usaha yang tidak memiliki sertifikasi halal per 18 Oktober 2024. Sanksi tersebut berupa sanksi administratif dalam bentuk peringatan tertulis dan/atau penarikan produk dari peredaran termasuk penutupan usaha bagi produk yang disajikan secara langsung seperti restoran, dapur hotel, rumah makan, dan kafe untuk skala usaha menengah dan besar.
PHRI kemudian mengirimkan surat yang menyatakan ketidaksiapan atas kebijakan tersebut melalui surat kepada Menteri Agama dengan tembusan Kepala BPJPH pada 3 Oktober 2024 lalu.
Dikutip dari laman bpjph.halal.go.id, lembaga terkait, dan/atau pemerintah daerah dalam melaksanakan pengawasan JPH dapat dilakukan setelah berkoordinasi dan bekerja sama dengan BPJPH. Hal ini sebagaimana diatur oleh Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal yang menggantikan Peraturan PP Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.
Ananda Ridho Sulistya berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Intip Tugas Haikal Hassan yang Dilantik Prabowo sebagai Kepala BPJPH