Masyarakat Sipil Indonesia Desak Pemerintah dukung Agenda Masyarakat Adat di COP 16 CBD

Jumat, 25 Oktober 2024 13:56 WIB

Suasana Conference of the Parties (COP) to the Convention on Biological Diversity (COP 16 CBD) di Cali, Kolombia pada 24 Oktober 2024

TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi Masyarakat Sipil Indonesia yang hadir pada Conference of the Parties (COP) to the Convention on Biological Diversity (COP 16 CBD), menuntut delegasi Pemerintah yang sedang berunding dengan komunitas global untuk mendukung agenda terkait hak-hak Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal (IP dan LC) dalam gelaran Conference of the Parties (COP) 16 di Cali, Kolombia.

“Pada COP 16 CBD, kami mendorong negara-negara yang hadir untuk memastikan pengakuan penuh atas kontribusi masyarakat adat dalam perlindungan keanekaragaman hayati di dunia,” ujar Cindy Julianti, Program Manajer Working Group on Indigenous and Local Communities-Conserved Areas and Territories Indonesia (WGII), dikutip dari siaran tertulis yang diterima Tempo, Kamis, 24 Oktober 2024.

Menurut mereka, penghormatan terhadap hak Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal menempati peran penting dalam Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global atau Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework (KM-GBF) yang disepakati dua tahun lalu.

Cindy mengatakan, salah satu cara untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan pembentukan badan permanen (Subsidiary Body) sebagai implementasi Article 8j PADIATAPA (Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan). Tujuan dari pendirian badan permanen itu adalah untuk memastikan perlindungan penuh dan efektif terhadap pengetahuan tradisional serta hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal. Namun, perwakilan delegasi Indonesia menolak gagasan tersebut.

Cindy menyayangkan penolakan itu dengan menyebut bahwa penolakan ini sebagai langkah mundur. "Ini merupakan sebuah kemunduran. Sebab, pembicaraan terkait upaya mempermanenkan Working Group on Article 8j telah dilakukan sejak 20 tahun lalu untuk memastikan perlindungan terhadap pengetahuan tradisional," kata dia.

Advertising
Advertising

Lebih lanjut, Cindy menyebut, adanya kerangka kerja dan pembentukan Subsidiary Body dapat memastikan terukur dan terjaminnya dimensi keadilan dan sosial dari implementasi KM-GBF.

Saat ini wilayah adat di Indonesia yang telah terpetakan sudah mencapai 30,1 juta hektar. Namun, baru 16 persen dari wilayah tersebut yang telah diakui secara hukum. “Menjamin hak penguasaan tanah masyarakat adat adalah hal yang terpenting jika kita ingin melindungi keanekaragaman hayati yang masih tersisa,” kata Kasmita Widodo, Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA).

Menjamin dan melindungi wilayah masyarakat adat dan kawasan konservasi akan membantu Indonesia mencapai target 30x30 (perlindungan 30 persen area keanekaragaman hayati di daratan dan lautan pada tahun 2030). Menurut data terbaru dari WGII, terdapat lebih dari 22 juta hektare lahan yang masyarakat Indonesia kelola dan lindungi dengan pengetahuan tradisional, yang dapat berkontribusi untuk mencapai tujuan konservasi Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global atau Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework (KM GBF).

Butuh Aksi Segera untuk Hentikan Penyebab Hilangnya Keanekaragaman Hayati

Saat ini, keanekaragaman hayati Indonesia terancam oleh aktivitas industri-industri ekstraktif seperti pertambangan, eksploitasi dan penebangan hutan, pertanian skala besar, dan berbagai proyek strategis nasional. Izin-izin ekstraktif di Indonesia telah menguasai lebih dari 100 juta hektare daratan dan lautan di Indonesia (55,5 juta hektare di daratan dan 45,4 juta hektare di lautan). Hadirnya industri-industri, yang juga didorong permintaan dan kebutuhan global seperti batu bara, minyak sawit, kayu, dan nikel, telah menyebabkan deforestasi besar-besaran dan kerusakan habitat.

Pidato Presiden Prabowo dalam pelantikannya pada 20 Oktober lalu telah menargetkan swasembada pangan dalam 4-5 tahun dengan mengandalkan food estate. Saat ini sedang berlangsung pengembangan program food estate di beberapa provinsi, di antaranya di Kalimantan Tengah, Sumatera Utara dan Papua Selatan dengan target luas lebih dari 2 juta hektare. Program food estate tersebut telah mengakibatkan kehancuran ekosistem keanekaragaman hayati dan wilayah adat, budaya serta kearifan lokal masyarakat adat.

Ogy Dwi Aulia dari Forest Watch Indonesia menyatakan bahwa komitmen terhadap perlindungan keanekaragaman hayati harus ditunjukkan dengan aksi nyata mengurangi secara signifikan aktivitas-aktivitas industri ekstraktif yang membahayakan keanekaragaman hayati di Indonesia seperti nikel, sawit, food estate, HPH, HTI, Pertambangan, dan lain sebagainya. “Saat ini, ada lebih dari 1 juta hektare industri ekstraktif di kawasan konservasi. Selain itu, ada juga 20,5 juta hektar industri ekstraktif berada dalam area ekosistem penting seperti koridor satwa, taman kehati, dan area biodiversitas penting,” tambah Ogy.

Keanekaragaman hayati laut Indonesia juga perlu segera dilindungi. Saat ini, jutaan hektare wilayah laut Indonesia dikelola secara berkelanjutan oleh masyarakat pesisir. Hal ini berkontribusi terhadap ketahanan pangan dan pencapaian (Indonesia Biodiversity Strategic Action Plan (IBSAP), khususnya dalam upaya melindungi 30% area laut Indonesia.

“Dalam agenda Keanekaragaman Hayati Laut dan Pesisir serta Pulau-Pulau, Indonesia perlu mendukung teks yang memastikan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, akses terhadap keadilan dan informasi, serta perlindungan bagi pembela hak asasi manusia dan lingkungan, masyarakat adat, dan komunitas lokal, dengan pendekatan berbasis hak asasi manusia,” jelas Rayhan Dudayev dari Greenpeace.

“Selain itu, akan sangat strategis jika Indonesia mendukung Annex 2(g) untuk meningkatkan pemahaman tentang dampak pengasaman laut dan tekanan lainnya terhadap ekosistem pulau, yang sangat relevan bagi negara kita sebagai salah satu negara maritim terbesar di dunia,” tambahnya.

Dukung Pendanaan Langsung bagi Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal

Masyarakat Adat dipercaya sebagai salah satu kekuatan dunia yang berperan penting menahan perubahan iklim dan punahnya keanekaragaman hayati. Namun, mekanisme keuangan yang ada saat ini belum memadai sehingga Masyarakat Adat yang melindungi keanekaragaman hayati tidak memiliki sumber daya yang memadai.

Oleh karenanya, Organisasi Masyarakat Sipil Indonesia menyerukan dibentuknya mekanisme pendanaan langsung untuk menyalurkan dukungan kepada Masyarakat Adat, nelayan skala kecil, petani, dan masyarakat lokal, tanpa bergantung pada solusi berbasis pasar yang berisiko seperti kredit dan offset keanekaragaman hayati.

“Kita memerlukan sistem pendanaan yang transparan dan akuntabel, yang dapat diakses langsung oleh Masyarakat Adat untuk melanjutkan pekerjaan konservasi penting kami,” kata Eustobio Rero Renggi, juru bicara dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara yang juga hadir pada COP 16 CBD tersebut.

Sayangnya, delegasi pemerintah Indonesia dalam COP 16 CBD tidak menghendaki adanya pendanaan langsung yang dapat diakses oleh Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal. Pada COP 16 CBD waktu setempat, delegasi pemerintah Indonesia menyampaikan pernyataan yang mendukung pemerintah India terkait tidak diperlukannya “pendanaan langsung” bagi Masyarakat Adat.

Selain itu, delegasi pemerintah Indonesia juga bersepakat dengan pernyataan pemerintah Brazil, bahwa dukungan pendanaan langsung tersebut harus bisa masuk melalui otoritas nasional (pemerintah), sehingga perlu disesuaikan dengan kebutuhan (kepentingan) nasional.

Eustobio menyesalkan sikap delegasi pemerintah Indonesia dan mendesak pemerintah Indonesia untuk menarik pernyataan tersebut. “Kami atas nama Masyarakat Adat menyesalkan sikap dan pernyataan delegasi pemerintah Indonesia yang telah mengabaikan hak-hak konstitusional kami sebagai penyandang hak utama yang telah menjaga ekosistem dan keanekaragaman hayati secara turun temurun, jauh sebelum adanya negara,” kata Eustobio.

Lebih lanjut, Eustobio menyarankan kepada delegasi pemerintah Indonesia untuk menyepakati usulan dari mayoritas negara-negara yang menghendaki adanya pendanaan langsung tersebut.

“Mayoritas negara-negara seperti Meksiko, Namibia, Swiss, bahkan Uni Eropa, dan yang lain telah berkomitmen untuk mendukung adanya pendanaan langsung. Seharusnya, pemerintah Indonesia bisa mengambil contoh yang baik untuk mendukung komitmen kepada Masyarakat Adat seperti yang terjadi di negara-negara lain, apalagi 60 persen populasi Masyarakat Adat terbesar ada di Asia, dan salah satunya Indonesia,” Eustobio menegaskan.

Pilihan Editor: Prabowo Janji Hilangkan Kemiskinan, Ekonom: Jangan Mengandalkan Bansos





Berita terkait

Masyarakat Adat Tuntut Setop Proyek PSN Food Estate di Merauke yang Belum Punya Amdal dan Brutal

3 jam lalu

Masyarakat Adat Tuntut Setop Proyek PSN Food Estate di Merauke yang Belum Punya Amdal dan Brutal

Pembukaan kawasan hutan jutaan hektar di Merauke untuk food estate belum memiliki Amdal. Masyarakat adat menjerit agar proyek dihentikan.

Baca Selengkapnya

Masyarakat Sipil Indonesia Desak Pemerintah Dukung Agenda Masyarakat Adat di COP16 CBD

1 hari lalu

Masyarakat Sipil Indonesia Desak Pemerintah Dukung Agenda Masyarakat Adat di COP16 CBD

Pada COP16, Masyarakat Adat mendorong negara-negara yang hadir untuk memastikan pengakuan penuh atas kontribusi Masyarakat Adat.

Baca Selengkapnya

AMAN Desak Pemerintahan Prabowo Sahkan RUU Masyarakat Adat di 100 Hari Pertama

4 hari lalu

AMAN Desak Pemerintahan Prabowo Sahkan RUU Masyarakat Adat di 100 Hari Pertama

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dorong pemerintahan Prabowo Subianto sahkan RUU Masyarakat Adat

Baca Selengkapnya

Studi Biodiversitas: 66 Persen Hutan Tropis Dunia Memiliki Rezim Suhu Baru

7 hari lalu

Studi Biodiversitas: 66 Persen Hutan Tropis Dunia Memiliki Rezim Suhu Baru

Sementara 34 persen hutan tropis sisanya masih menikmati suhu lama. Menjadi tempat perlindungan penting bagi biodiversitas yang ada

Baca Selengkapnya

PSN Food Estate Merauke, Doktor Supercepat Bahlil, dan Supermoon di Top 3 Tekno

7 hari lalu

PSN Food Estate Merauke, Doktor Supercepat Bahlil, dan Supermoon di Top 3 Tekno

Masyarakat adat Merauke keluhkan PSN food estate yang dinilai brutal. Bahlil bicara gelar doktor yang diraihnya supercepat.

Baca Selengkapnya

Masyarakat Adat Merauke Tolak PSN Food Estate: Proyek Berlangsung Brutal

8 hari lalu

Masyarakat Adat Merauke Tolak PSN Food Estate: Proyek Berlangsung Brutal

Kelompok masyarakat adat asal Merauke, Papua Selatan, menyuarakan penolakannya terhadap Proyek Strategis Nasional (PSN) food estate.

Baca Selengkapnya

Komunitas Adat Tuntut Pemerintahan Prabowo Sahkan RUU Masyarakat Adat

12 hari lalu

Komunitas Adat Tuntut Pemerintahan Prabowo Sahkan RUU Masyarakat Adat

Selama sepuluh tahun terakhir, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara mencatat terdapat 687 konflik agraria di wilayah adat seluas 11,07 juta hektar.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Daftar Menteri Jokowi yang Dikabarkan Lanjut di Kabinet Prabowo, Manoj Punjabi Jadi Direktur Utama Net TV

13 hari lalu

Terpopuler: Daftar Menteri Jokowi yang Dikabarkan Lanjut di Kabinet Prabowo, Manoj Punjabi Jadi Direktur Utama Net TV

Pergantian pemerintahan dari Presiden Jokowi ke Presiden Terpilih Prabowo Subianto semakin dekat. Sejumlah nama menteri Jokowi dikabarkan masih ada.

Baca Selengkapnya

Gelar Aksi di Depan DPR, Masyarakat Adat Tagih Janji Sahkan RUU Masyarakat Adat

13 hari lalu

Gelar Aksi di Depan DPR, Masyarakat Adat Tagih Janji Sahkan RUU Masyarakat Adat

Ratusan masyarakat adat dari berbagai wilayah berkumpul di depan Gedung DPR pagi ini, Jumat, 11 Oktober 2024. Tuntut pengesahan RUU Masyarakat Adat.

Baca Selengkapnya

Dorong Kemasan Rokok Polos, Rukki: Bisa Belajar dari Keberhasilan Australia

17 hari lalu

Dorong Kemasan Rokok Polos, Rukki: Bisa Belajar dari Keberhasilan Australia

Australia mengeluarkan kebijakan kemasan rokok polos dengan tujuan mengurangi jumlah perokok muda.

Baca Selengkapnya