Pematokan Suku Bunga Dinilai Mustahil  

Reporter

Editor

Selasa, 18 Agustus 2009 16:52 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta - Wacana pematokan suku bunga oleh Bank Indonesia dinilai mustahil bisa terwujud. "Karena kalau suku bunga kredit perbankan ditentukan oleh bank sentral, mekanisme pasar tidak bisa berjalan," ujar Direktur Riset Infobank Eko B. Supriyanto di Jakarta, Selasa (18/8).

Menurut dia, jika suku bunga dipatok Bank Indonesia, sama saja perbankan dibawa mundur kembali ke era 1983, saat bank sentral memberlakukan batas atas dan batas bawah bunga perbankan. "Sekarang yang mematok suku bunga hanya negara-negara komunis," kata Eko.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mengiyakan pendapat Eko. "Bank Indonesia enggak mungkin bisa menurunkan suku bunga dengan menyuruh begitu saja," ucapnya.

Jalan keluarnya adalah kredit likuiditas dari Bank Indonesia. Bank yang kalah kliring bisa dipinjami uang oleh bank sentral dengan tingkat suku bunga yang lebih tinggi dibanding Sertifikat Bank Indonesia, namun lebih rendah ketimbang bunga pasar uang antar bank.

Dengan begitu, likuiditas bank tak ketat lagi, sedangkan uang bank sentral di Sertifikat Bank Indonesia tak cuma diparkir dan tak berguna. "Daripada SBI diam di BI saja, enggak bergulir, sektor riil tidak berjalan karena ada sumbatan," tuturnya. Sementara, bank sentral pun tidak merugi karena meraup tambahan pendapatan dari bunga kredit likuiditas itu.

Aviliani yakin masalah moral hazard kredit likuiditas bisa diatasi. Pasalnya, bank sentral kini menjalankan fungsi pengawasannya dengan jauh lebih baik ketimbang masa sebelum krisis 1998. Sehingga, risiko terulangnya kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia bisa dihindari. "BLBI kan dalam kondisi darurat langsung kasih (dana) dulu tanpa lihat kondisi kesehatan bank," kata Aviliani. "Kalau sekarang, BI melakukan pengawasan cukup baik tiap bulan."

Hanya saja solusi kredit likuditas ini memerlukan satu hal penting, yakni pengesahan Undang-undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan, yang memang mengatur perihal wewenang bank sentral memberikannya. "Kalau BI tidak mengintervensi dengan memberi kredit likuiditas, jangan harap bunga bisa turun," ujarnya.

Adapun Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional Sigit Pramono beranggapan kredit tak banyak tumbuh bukan karena bunga tinggi, namun permintaan sektor riil yang kurang. "Kalu dilihat dari sejarah perbankan Indonesia, dari masa kemerdekaan, suku bunga saat ini yang 11-13 persen adalah yang terendah," kata dia. "Dibandingkan sebelum krisis 1998 lalu, bunga kredit ada di kisaran 15 persen."

Ia bersikukuh bunga kredit masih lambat turun karena mahalnya biaya dana perbankan. Apalagi, bunga deposito bersaing dengan imbal hasil Surat Utang Negara dan Obligasi Republik Indonesia. "Kalau kami turunkan (bunga deposito), orang akan berbondong-bondong pindah ke instrumen lain," ucapnya.

Sebelumnya, Ketua Ikatan Bankir Indonesia Agus Martowardojo sempat mengusulkan agar pemerintah dan bank sentral membuat kebijakan yang membatasi bunga deposito sehingga tak bisa lebih tinggi dibanding bunga Lembaga Penjamin Simpanan. Dampaknya tingkat bunga bank bisa turun cepat seiring turunnya tingkat bunga acuan bank sentral, yang sejak November tahun lalu telah turun 3 persen menjadi 6,5 persen.

BUNGA MANGGIASIH

Berita terkait

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

2 jam lalu

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

BCA belum akan menaikkan suku bunga, pasca BI menaikkan suku bunga acuan ke angka 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

12 jam lalu

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.

Baca Selengkapnya

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

14 jam lalu

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

BI mempersiapkan perluasan cakupan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

Baca Selengkapnya

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

1 hari lalu

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Selengkapnya

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

2 hari lalu

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

BI mencatat aliran modal asing yang keluar pada pekan keempat April 2024 sebesar Rp 2,47 triliun.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

3 hari lalu

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tensi geopolitik di Timur Tengah cenderung meningkat dan menjadi fokus perhatian para pemimpin dunia. Ia menegaskan kondisi ini mempengaruhi beberapa dampak ekonomi secara signifikan.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

3 hari lalu

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.

Baca Selengkapnya

Setelah Kemarin Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini Diprediksi Menguat

3 hari lalu

Setelah Kemarin Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini Diprediksi Menguat

Analis Ibrahim Assuaibi, memperkirakan rupiah hari ini fluktuatif dan akan ditutup menguat pada rentang Rp 16.150 sampai Rp 16.220 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

4 hari lalu

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

Zulhas percaya BI sebagai otoritas yang memiliki kewenangan akan mengatur kebijakan nilai tukar rupiah dengan baik di tengah gejolak geopolitik.

Baca Selengkapnya

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

4 hari lalu

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 32 poin ke level Rp 16.187 per dolar AS dalam perdagangan hari ini.

Baca Selengkapnya