Ekonom Minta Pemerintahan Prabowo Tunda Kebijakan yang Bebani Kelas Menengah
Reporter
Ilona Estherina
Editor
Aisha Shaidra
Selasa, 10 September 2024 00:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto meminta presiden terpilih, Prabowo Subianto menunda beragam kebijakan yang bebani kelas menengah. Kebijakan yang dimaksud di antaranya iuran Tapera, wacana subsidi tiket kereta rel listrik atau KRL commuter line berbasis nomor induk kependudukan (NIK), kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga pungutan dana pensiun tambahan.
Menurutnya, kabinet tahun depan perlu mempertimbangkan rencana tersebut meski beberapa di antaranya telah disahkan undang-undang. Eko mengatakan, kalau kabinet selanjutnya tetap memaksakan mengais pendapatan lewat beragam pungutan, maka daya beli kelas menengah bakal makin melemah. “Implikasinya mereka akan turun kelas,” ujarnya dalam diskusi daring Indef, Senin, 9 September 2024.
Saat ini daya beli kelas menengah sedang tergerus. Dengan berlakunya beberapa pungutan baru tahun depan, Eko menilai bakal ada penurunan dari kelas menengah ke calon kelas menengah atau aspiring middle class. Dikhawatirkan mereka bisa turun ke kasta lebih rendah lagi yakni kelompok rentan atau miskin. Jika itu terjadi, menurut dia pemerintah justru perlu mengeluarkan ekstra anggaran untuk bantuan sosial.
Ia menekankan pemerintah perlu menangguhkan kebijakan penarikan pungutan sampai situasi ekonomi membaik, lalu dievaluasi kembali. “Jangan sampai suku bunga mulai turun, dunia bisnis malah tidak bergairah karena pungutan-pungutan ini,” ujarnya.
Salah satu kebijakan yang bakal berlaku pada Januari 2025 adalah kenaikan PPN menjadi 12 persen. Menurut Eko ini seharusnya bisa ditunda, hanya saja sudah disahkan dalam Undang-Undang, sehingga perlu langkah pembatalan. Belum diterapkan saja konsumsi dan daya beli sudah merosot, jika dilanjutkan, Ia menambahkan, kelas menengah akan makin menurun. Dampaknya tahun depan pertumbuhan ekonomi bisa berada di bawah 5 persen.
Fenomena turun kasta kelas menengah memang sudah terjadi sejak lima tahun belakangan. Badan Pusat Statistik mencatat hingga 2024, jumlah masyarakat yang masuk kategori ini sebesar 47,85 atau turun 9,48 juta dibanding saat pandemi yang sebanyak 57,33 juta orang.
BPS mengklasifikasikan kelas menengah pada 2024 sebagai warga yang penghasilannya antara Rp 2 - 9,9 juta. Sementara calon kelas menengah Rp 874 ribu - 2 juta, dan kelompok rentan miskin antara Rp 582-874 ribu.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bustanul Arifin mengatakan kelas menengah amat sensitif terhadap perubahan kebijakan ekonomi politik. Sehingga daya belinya harus terus dijaga, karena konsumsi kelas menengah porsinya lebih dari 80 persen total konsumsi penduduk.
Pilihan editor: Pemerintah Resmi Atur Tata Niaga Ekspor Kratom