PT Pos Indonesia Bantah PHK Karyawan karena Robotisasi, Begini Penjelasan Lengkapnya
Reporter
Ikhsan Reliubun
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 9 Juli 2024 12:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - PT Pos Indonesia (Persero) angkat bicara soal isu pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan seiring dengan program robotisasi yang tengah digencarkan perseroan.
"Pos Indonesia memastikan bahwa tidak ada hubungan antara digitalisasi yang dilakukan oleh Pos Indonesia dengan isu PHK di lingkup karyawan," ujar Corporate Secretary Pos Indonesia Tata Sugiarta, dalam keterangan tertulis pada Tempo, Senin malam, 8 Juli 2024.
Tata menjelaskan, robotisasi pada bagian logistik menggunakan mesin sortir robotic Radio Frequency Identification (RFID) untuk penyortiran barang diterapkan guna mempercepat transformasi digital perusahaan guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
"Untuk memperkuat bisnis dengan program transformasi digital, Pos Indonesia telah meluncurkan platform digital, antara lain PosAja!, Pospay dan GLID. Ketiganya berfungsi untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas dan pengalaman pelanggan dalam menggunakan layanan Pos Indonesia," tulis Tata.
Lebih jauh, Tata menyebutkan transformasi IT dan robotisasi pada bagian logistik bakal mengubah sistem pola kerja karyawan. Sebagai langkah konkret, Pos Indonesia telah memberikan pembekalan keterampilan melalui pelatihan-pelatihan terpadu bagi para karyawan untuk meningkatkan kemampuan dan kompetensi kerja.
"Misalnya, para karyawan bagian logistik yang tertarik untuk bergabung pada divisi marketing, akan kami bekali dengan ilmu-ilmu pemasaran di Pos Indonesia, sehingga dapat terjun menjadi tenaga pemasaran kami," tuturnya.
Hingga saat ini, kata Tata, program investasi transformasi IT dan robotisasi dalam lingkup PT Pos Indonesia, masih dalam tahap proses pembahasan internal. "Pembahasan ini dilakukan secara sistematis, mengingat proses digitalisasi ini akan menjadi salah satu program transformasi Pos Indonesia secara berkelanjutan."
Oleh karena itu, Tata membantah kabar efisiensi dilakukan perusahaan dengan menawarkan program pensiun dini bagi karyawan yang terkena dampak PHK akibat otomatisasi dan digitalisasi. "Tidak benar. Efisiensi yang diterapkan oleh Pos Indonesia dengan mengurangi karyawan yang aktif, namun kami menerapkan program digitalisasi pada seluruh sistem administrasi perusahaan," ucapnya.
Adapun penurunan biaya yang diupayakan perusahaan, menurut Tata, bukan hanya ditujukan mengurangi biaya kebutuhan Alat Tulis Kantor (ATK) karena PT Pos Indonesia sudah tak lagi menggunakan kertas (paperless). "Namun dengan digitalisasi tersebut maka setiap pengambilan keputusan jauh lebih cepat, akurat dan lebih governance."
Kabar PT Pos Indonesia melakukan efisiensi dengan menawarkan program pensiun dini bagi karyawan juga disergah Tata. "Pensiun yang dilakukan secara terjadwal atau pensiun alami di Pos Indonesia kurang lebih sebanyak 1.000 orang per tahunnya," ujarnya.
Dalam keterangan itu, Tata juga membantah isu PHK yang santer berkembang di media massa. Kalaupun ada PHK, menurut dia, terjadi karena adanya pensiun yang alami, yakni masa berhenti kerja karyawan yang telah terjadwal sesuai dengan masa kontrak perjanjian kerja karyawan dengan perusahaan.
Adapun karyawan yang pensiun alami di Pos Indonesia, menurut Tata, jumlahnya kurang lebih sebanyak 1.000 orang per tahun. "Berkaca pada saat pandemi Covid-19 tahun 2020 lalu, Pos Indonesia juga tidak melakukan pemutusan hubungan kerja pada karyawan," tuturnya.
Meskipun, berdasarkan data Kemenaker per Mei 2020 total pekerja sektor formal yang mengalami PHK sebanyak 72.983 orang. "Kami menerapkan program digitalisasi pada seluruh sistem administrasi perusahaan," kata dia.
Sebelumnya Ketua Umum Serikat Pekerja Pos Indonesia Kuat Bermartabat, Andi Siswanto, menyebutkan kabar PHK muncul karena produksi di perusahaan yang bergerak di jasa kurir dan logistik ini telah berkurang. "Rencana PHK besar-besaran di Kantor Pos terkait adanya robotisasi atau sistem mesin robot sebagai alat sortir," katanya melalui sambungan telepon, pada Kamis, 4 Juli 2024.
Andi mengatakan, rencana PHK itu belum dilakukan. Alasannya manajemen perusahaan perlu melakukan sosialisasi perihal robotisasi. Menurut dia, rencana karyawan yang akan diberhentikan adalah pegawai bagian divisi sortir. "Terutama di bidang sortir, seperti kiriman barang," ujar dia.
Dia mengatakan, saat wacana pemutusan kerja di Pos menguar, serikat buruh langsung merespons percakapan tersebut. Salah satu respons yang dilakukan serikat buruh adalah berunjuk rasa di kantor pusat PT Pos Indonesia Bandung, Jalan Cilaki Nomor 73, Bandung, Jawa Barat, pada 25 Juni lalu.
"Nah, ada titik terang bahwa akan lebih dahulu disosialisasikan terkait adanya program robotisasi," ucap dia, seperti disampaikan manajemen Pos di Bandung saat menemui buruh di hari demo. Dia mengatakan, rencana pemecatan karyawan bukan semata-mata soal robotisasi.
Rencana PHK itu, menurut Andi, akan diputuskan PT Pos karena produksi barang yang melemah. "Berkenaan dengan tuntutan yang kami ikut dalam aksi solidaritas adalah rendahnya produksi, sementara jumlah karyawan terlalu banyak. Jadi korelasinya ke sana."
Dia bercerita, PT Pos Indonesia tengah berkonsentrasi di kiriman logistik dan kurir. Yang dimaksud produksi, kata dia, adalah banyaknya kiriman masuk yang dipercayakan kepada PT Pos, baik dari retail maupun korporat. Menurut dia, Pos Indonesia berharap dari retail atau pelaku usaha yang mengirim barang menggunakan jasa Pos.
Namun sekarang dengan banyak e-commerce yang mempunyai bidang atau divisi kurir tersendiri, menurut Andi, turut mempengaruhi produksi di PT Pos Indonesia. "Akhirnya inilah yang berimbas kepada menurunnya tingkat produksi yang kami lakukan," kata dia. "Produksi dalam kaitan pengiriman barang melalui PT Pos."
Pilihan Editor: Terkini: Serikat Pekerja Sebut Alasan di Balik Rencana PHK Karyawan PT Pos Indonesia, Pernyatatan Kemenkes tentang Pemecatan Dekan FK Unair